Minggu, 28 Juni 2009

SEJARAH INTERNET

A.Internet

1.Pengertian Internet
Internet dapat diartikan sebagai jaringan komputer luas dan besar yang mendunia, yaitu menghubungkan pemakai komputer dari suatu negara ke negara lain di seluruh dunia, dimana di dalamnya terdapat berbagai sumber daya informasi dari mulai yang statis hingga yang dinamis dan interaktif.
2. Sejarah internet
Berikut sejarah kemunculan dan perkembangan internet.
Sejarah internet dimulai pada 1969 ketika Departemen Pertahanan Amerika, U.S. Defense Advanced Research Projects Agency (DARPA) memutuskan untuk mengadakan riset tentang bagaimana caranya menghubungkan sejumlah komputer sehingga membentuk jaringan organik. Program riset ini dikenal dengan nama ARPANET. Pada 1970, sudah lebih dari 10 komputer yang berhasil dihubungkan satu sama lain sehingga mereka bisa saling berkomunikasi dan membentuk sebuah jaringan.
Tahun 1972, Roy Tomlinson berhasil menyempurnakan program e-mail yang ia ciptakan setahun yang lalu untuk ARPANET. Program e-mail ini begitu mudah sehingga langsung menjadi populer. Pada tahun yang sama, icon @juga diperkenalkan sebagai lambang penting yang menunjukkan "at" atau "pada". Tahun 1973, jaringan komputer ARPANET mulai dikembangkan ke luar Amerika Serikat. Komputer University College di London merupakan komputer pertama yang ada di luar Amerika yang menjadi anggota jaringan Arpanet. Pada tahun yang sama, dua orang ahli komputer yakni Vinton Cerf dan Bob Kahn mempresentasikan sebuah gagasan yang lebih besar, yang menjadi cikal bakal pemikiran internet. Ide ini dipresentasikan untuk pertama kalinya di Universitas Sussex.
Hari bersejarah berikutnya adalah tanggal 26 Maret 1976, ketika Ratu Inggris berhasil mengirimkan e-mail dari Royal Signals and Radar Establishment di Malvern. Setahun kemudian, sudah lebih dari 100 komputer yang bergabung di ARPANET membentuk sebuah jaringan atau network. Pada 1979, Tom Truscott, Jim Ellis dan Steve Bellovin, menciptakan newsgroups pertama yang diberi nama USENET. Tahun 1981 France Telecom menciptakan gebrakan dengan meluncurkan telpon televisi pertama, dimana orang bisa saling menelpon sambil berhubungan dengan video link.
Karena komputer yang membentuk jaringan semakin hari semakin banyak, maka dibutuhkan sebuah protokol resmi yang diakui oleh semua jaringan. Pada tahun 1982 dibentuk Transmission Control Protocol atau TCP dan Internet Protokol atau IP yang kita kenal semua. Sementara itu di Eropa muncul jaringan komputer tandingan yang dikenal dengan Eunet, yang menyediakan jasa jaringan komputer di negara-negara Belanda, Inggris, Denmark dan Swedia. Jaringan Eunet menyediakan jasa e-mail dan newsgroup USENET.
Untuk menyeragamkan alamat di jaringan komputer yang ada, maka pada tahun 1984 diperkenalkan sistem nama domain, yang kini kita kenal dengan DNS atau Domain Name System. Komputer yang tersambung dengan jaringan yang ada sudah melebihi 1000 komputer lebih. Pada 1987 jumlah komputer yang tersambung ke jaringan melonjak 10 kali lipat menjadi 10.000 lebih.
Tahun 1988, Jarko Oikarinen dari Finland menemukan dan sekaligus memperkenalkan IRC atau Internet Relay Chat. Setahun kemudian, jumlah komputer yang saling berhubungan kembali melonjak 10 kali lipat dalam setahun. Tak kurang dari 100.000 komputer kini membentuk sebuah jaringan. Tahun 1990 adalah tahun yang paling bersejarah, ketika Tim Berners Lee menemukan program editor dan browser yang bisa menjelajah antara satu komputer dengan komputer yang lainnya, yang membentuk jaringan itu. Program inilah yang disebut www, atau Worl Wide Web.
Tahun 1992, komputer yang saling tersambung membentuk jaringan sudah melampaui sejuta komputer, dan di tahun yang sama muncul istilah surfing the internet. Tahun 1994, situs internet telah tumbuh menjadi 3000 alamat halaman, dan untuk pertama kalinya virtual-shopping atau e-retail muncul di internet. Dunia langsung berubah. Di tahun yang sama Yahoo! didirikan, yang juga sekaligus kelahiran Netscape Navigator 1.0.
3. Manfaat internet
Secara umum ada banyak manfaat yang dapat diperoleh apabila seseorang mempunyai akses ke internet .Berikut ini sebagian dari apa yang tersedia di internet: 1. Informasi untuk kehidupan pribadi :kesehatan, rekreasi, hobby, pengembangan pribadi, rohani, sosial. 2. Informasi untuk kehidupan profesional/pekerja :sains, teknologi, perdagangan, saham, komoditas, berita bisnis, asosiasi profesi, asosiasi bisnis, berbagai forum komunikasi.
Satu hal yang paling menarik ialah keanggotaan internet tidak mengenal batas negara, ras, kelas ekonomi, ideologi atau faktor faktor lain yang biasanya dapat menghambat pertukaran pikiran. Internet adalah suatu komunitas dunia yang sifatnya sangat demokratis serta memiliki kode etik yang dihormati segenap anggotanya. Manfaat internet terutama diperoleh melalui kerjasama antar pribadi atau kelompok tanpa mengenal batas jarak dan waktu.
Untuk lebih meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Indonesia, sudah waktunya para profesional Indonesia memanfaatkan jaringan internet dan menjadi bagian dari masyarakat informasi dunia.
B. Web Site atau Situs
1.Pengertian Web Site atau Situs
Situs dapat diartikan sebagai kumpulan halaman-halaman yang digunakan untuk menampilkan informasi, gambar gerak, suara, dan atau gabungan dari semuanya itu baik yang bersifat statis maupun dinamis yang membentuk satu rangkaian bangunan yang saling terkait dimana masing-masing dihubungkan dengan link-link.
2. Unsur-Unsur Web Site atau Situs
Untuk membangun situs diperlukan beberapa unsur yang harus ada agar situs dapat berjalan dengan baik dan sesuai yang diharapkan. Unsur-unsur yang harus ada dalam situs antara lain:
a. Domain Name.
Domain name atau biasa disebut nama domain adalah alamat permanen situs di dunia internet yang digunakan untuk mengidentifikasi sebuah situs atau dengan kata lain domain name adalah alamat yang digunakan untuk menemukan situs kita pada dunia internet. Istilah yang umum digunakan adalah URL. Contoh sebuah URL adalah http://www.yahoo.com--dapat juga tanpa www--
Ada banyak macam nama domain yang dapat kita pilih sesuai dengan keinginan. Berikut beberapa nama domain yang sering digunakan dan tersedia di internet:
1. Generic Domains
Merupakan domain name yang berakhiran dengan .Com .Net .Org .Edu .Mil atau .Gov. Jenis domain ini sering juga disebut top level domain dan domain ini tidak berafiliasi berdasarkan negara, sehingga siapapun dapat mendaftar.
Ø.com : merupakan top level domain yang ditujukan untuk kebutuhan "commercial".
Ø.edu : merupakan domain yang ditujukan untuk kebutuhan dunia pendidikan (education)
Ø.gov : merupakan domain untuk pemerintahan (government)
Ø.mil : merupakan domain untuk kebutuhan angkatan bersenjata (military)
Ø.org : domain untuk organisasi atau lembaga non profit (Organization).
2. Country-Specific Domains
Yaitu domain yang berkaitan dengan dua huruf ekstensi, dan sering juga disebut second level domain, seperti .id(Indonesia), .au(Australia), .jp(Jepang) dan lain lain. Domain ini dioperasikan dan di daftarkan dimasing negara. Di Indonesia, domain-domain ini berakhiran, .co.id, .ac.id, .go.id, .mil.id, .or.id, dan pada akhir-akhir ini ditambah dengan war.net.id, .mil.id, dan web.id. Penggunaan dari masing-masing akhiran tersebut berbeda tergantung pengguna dan pengunaannya, antara lain:
Ø.co.id : Untuk Badan Usaha yang mempunyai badan hukum sah
Ø.ac.id : Untuk Lembaga Pendidikan
Ø.go.id : Khusus untuk Lembaga Pemerintahan Republik Indonesia
Ø.mil.id : Khusus untuk Lembaga Militer Republik Indonesia
Ø.or.id : Untuk segala macam organisasi yand tidak termasuk dalam kategori "ac.id","co.id","go.id","mil.id" dan lain
Ø.war.net.id : untuk industri warung internet di Indonesia
Ø.sch.id : khusus untuk Lembaga Pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan seperti SD, SMP dan atau SMU
Ø.web.id : Ditujukan bagi badan usaha, organisasi ataupun perseorangan yang melakukan kegiatannya di Worl Wide Web.
Nama domain dari tiap-tiap situs di seluruh dunia tidak ada yang sama sehingga tidak ada satupun situs yang akan dijumpai tertukar nama atau tertukar halaman situsnya. Untuk memperoleh nama dilakukan penyewaan domain, biasanya dalam jangka tertentu(tahunan).
b. Hosting
Hosting dapat diartikan sebagai ruangan yang terdapat dalam harddisk tempat menyimpan berbagai data, file-file, gambar dan lain sebagainya yang akan ditampilkan di situs. Besarnya data yang bisa dimasukkan tergantung dari besarnya hosting yang disewa/dipunyai, semakin besar hosting semakin besar pula data yang dapat dimasukkan dan ditampilkan dalam situs.
Hosting juga diperoleh dengan menyewa. Besarnya hosting ditentukan ruangan harddisk dengan ukuran MB(Mega Byte) atau GB(Giga Byte). Lama penyewaan hosting rata-rata dihitung per tahun. Penyewaan hosting dilakukan dari perusahaan-perusahaan penyewa web hosting yang banyak dijumpai baik di Indonesia maupun Luar Negri.
c. Scripts/Bahasa Program
Adalah bahasa yang digunakan untuk menerjemahkan setiap perintah dalam situs yang pada saat diakses. Jenis scripts sangat menentukan statis, dinamis atau interaktifnya sebuah situs. Semakin banyak ragam scripts yang digunakan maka akan terlihat situs semakin dinamis, dan interaktif serta terlihat bagus. Bagusnya situs dapat terlihat dengan tanggapan pengunjung serta frekwensi kunjungan.
Beragam scripts saat ini telah hadir untuk mendukung kualitas situs. Jenis jenis scripts yang banyak dipakai para designer antara lain HTML, ASP, PHP, JSP, Java Scripts, Java applets dsb. Bahasa dasar yang dipakai setiap situs adalah HTML sedangkan ASP dan lainnya merupakan bahasa pendukung yang bertindak sebagai pengatur dinamis, dan interaktifnya situs.
Scripts ASP, PHP, JSP atau lainnya bisa dibuat sendiri, bisa juga dibeli dari para penjual scripts yang biasanya berada di luar negri. Harga Scripts rata-rata sangat mahal karena sulitnya membuat, biasanya mencapai puluhan juta. Scripts ini biasanya digunakan untuk membangun portal berita, artikel, forum diskusi, buku tamu, anggota organisasi, email, mailing list dan lain sebagainya yang memerlukan update setiap saat.
d. Design Web
Setelah melakukan penyewaan domain dan hosting serta penguasaan scripts, unsur situs yang paling penting dan utama adalah design. Design web sangat menentukan kualitas dan keindahan situs. Design sangat berpengaruh kepada penilaian pengunjung akan bagus tidaknya sebuah web site.
Untuk membuat situs biasanya dapat dilakukan sendiri atau menyewa jasa web designer. Saat ini sangat banyak jasa web designer, terutama di kota-kota besar. Perlu diketahui bahwa kualitas situs sangat ditentukan oleh kualitas designer. Semakin banyak penguasaan web designer tentang beragam program/software pendukung pembuatan situs maka akan dihasilkan situs yang semakin berkualitas, demikian pula sebaliknya. Jasa web designer ini yang umumnya memerlukan biaya yang tertinggi dari seluruh biaya pembangunan situs dan semuanya itu tergantung kualitas designer.

e. Publikasi
Keberadaan situs tidak ada gunanya dibangun tanpa dikunjungi atau dikenal oleh masyarakat atau pengunjung internet. Karena efektif tidaknya situs sangat tergantung dari besarnya pengunjung dan komentar yang masuk. Untuk mengenalkan situs kepada masyarakat memerlukan apa yang disebut publikasi atau promosi. Publikasi situs di masyarakat dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti dengan pamlet-pamlet, selebaran, baliho dan lain sebagainya tapi cara ini bisa dikatakan masih kurang efektif dan sangat terbatas. cara yang biasanya dilakukan dan paling efektif dengan tak terbatas ruang atau waktu adalah publikasi langsung di internet melalui search engine-search engine (mesin pencari, spt : Yahoo, Google, Search Indonesia, dsb)
Cara publikasi di search engine ada yang gratis dan ada pula yang membayar. Yang gratis biasanya terbatas dan cukup lama untuk bisa masuk dan dikenali di search engine terkenal seperti Yahoo atau Google. Cara efektif publikasi adalah dengan membayar, walaupun harus sedikit mengeluarkan akan tetapi situs cepat masuk ke search engine dan dikenal oleh pengunjung.
3. Pemeliharaan Web Site atau Situs
Untuk mendukung kelanjutan dari situs diperlukan pemeliharaan setiap waktu sesuai yang diinginkan seperti penambahan informasi, berita, artikel, link, gambar atau lain sebagainya. Tanpa pemeliharaan yang baik situs akan terkesan membosankan atau monoton juga akan segera ditinggal pengunjung.
Pemeliharaan situs dapat dilakukan per periode tertentu seperti tiap hari, tiap minggu atau tiap bulan sekali secara rutin atau secara periodik saja tergantung kebutuhan (tidak rutin). Pemeliharaan rutin biasanya dipakai oleh situs-situs berita, penyedia artikel, organisasi atau lembaga pemerintah. Sedangkan pemeliharaan periodik biasanya untuk situs-situs pribadi, penjualan/e-commerce, dan lain sebagainya.

SEJARAH KOMPUTER

Sejarah Komputer

Komputer yang kita temui saat ini adalah suatu evolusi panjang dari penemuan-penemuan manusia sejak dahulu kala berupa alat mekanik maupun elektronik. Pada awalnya komputer pertama diciptakan oleh seorang ilmuwan matematika Inggris dari Universitas Cambridge bernama Charles Babbage (1792-1871) yang menemukan speedometer. Usaha Babbage yang pertama muncul pada tahun 1822 ketika ia mengusulkan suatu mesin untuk melakukan perhitungan persamaan diferensial. Mesin tersebut dinamakan Mesin Diferensial. Dengan menggunakan tenaga uap, mesin tersebut dapat menyimpan program dan dapat melakukan kalkulasi serta mencetak hasilnya secara otomatis.
Babbage kemudian terinspirasi untuk memulai membuat komputer general-purpose yang pertama, yang disebut Analytical Engine atau mesin analitis. Mesin ini terdiri dari sekitar 50.000 komponen, desain dasar dari mesin analitis menggunakan kartu-kartu berlubang yang berisi instruksi operasi bagi mesin tersebut. Seperti mesin diferensial, mesin analitis ini sepenuhnya bersifat mekanis.
Ada Augusta Lovelace (1815-1842) merupakan wanita yang dipekerjakan oleh Babbage juga memiliki peran penting dalam pembuatan mesin ciptaan Babbage. Ia membantu merevisi rencana, mencari pendanaan dari pemerintah Inggris dan mengkomunikasikan spesifikasi mesin analitis kepada publik. Selain itu, pemahaman Augusta yang baik tentang mesin ini memungkinkannya membuat instruksi untuk dimasukkan ke dalam mesin dan juga membuatnya menjadi programmer pertama di dunia. Pada tahun 1980, Departemen Pertahanan Amerika Serikat menamakan sebuah bahasa pemrograman dengan nama ADA sebagai penghormatan kepadanya.
Pada tahun 1889, Herman Hollerith (1860 1929) juga menerapkan prinsip kartu perforasi untuk melakukan penghitungan. Tugas pertamanya adalah menemukan cara yang lebih cepat untuk melakukan perhitungan bagi Biro Sensus Amerika Serikat. Hollerith menggunakan kartu perforasi untuk memasukkan data sensus yang kemudian diolah oleh alat tersebut secara mekanik. Sebuah kartu dapat menyimpan hingga 80 variabel. Dengan menggunakan alat tersebut, hasil sensus dapat diselesaikan dalam waktu enam minggu.
Pada tahun 1903, John V. Atanasoff dan Clifford Berry merancang sebuah kalkulator elektronik di Bell Labs, Amerika Serikat. Mesin ini sangat canggih pada masanya dan bekerja menggunakan aritmatika biner dan memiliki kapasitor-kapasitor sebagai memori. Pendekatan ini didasarkan pada hasil kerja George Boole (1815-1864) berupa sistem biner aljabar, yang menyatakan bahwa setiap persamaan matematik dapat dinyatakan sebagai benar atau salah. Dengan mengaplikasikan kondisi benar-salah ke dalam sirkuit listrik dalam bentuk terhubung-terputus, Atanasoff dan Berry membuat komputer elektrik pertama di tahun 1940.

a. Komputer Generasi Pertama (1943-1955)

Pada Perang Dunia Kedua, negara-negara yang terlibat dalam perang berusaha mengembangkan komputer untuk mengeksploitasi potensi strategis yang dimiliki komputer. Pada masa awal perang, kapal-kapal selam Jerman bernama U-Boat menggunakan pesan-pesan yang telah disandi menggunakan alat yang disebut ENIGMA untuk dikirim ke pusat komando. Pada awalnya ENIGMA dirancang oleh seorang penemu amatir dan mantan presiden Amerika Serikat, Thomas Jefferson. Selain itu pada tahun 1941, Konrad Zuse, seorang insinyur Jerman membangun sebuah komputer Z3, untuk mendesain pesawat terbang dan peluru kendali.

Pada tahun 1943, pihak Inggris menyelesaikan komputer pemecah kode rahasia ENIGMA yang dinamakan COLOSSUS. Ahli matematika Inggris, Alan Turing membantu merancang mesin ini. Mesin COLOSSUS ini dapat dicatat sebagai komputer digital elektronik pertama di dunia. Di Amerika pada saat itu juga dihasilkan suatu kemajuan lain. Howard H. Aiken (1900-1973), seorang insinyur Harvard yang bekerja dengan IBM, berhasil memproduksi kalkulator elektronik untuk US Navy dengan nama Mark I.

Perkembangan komputer selanjutnya adalah Electronic Numerical Integrator and Computer (ENIAC), yang dibuat oleh kerjasama antara pemerintah Amerika Serikat dan University of Pennsylvania. Komputer ini terdiri dari 18.000 tabung vakum, 1.500 relai, 70.000 resistor, dan 5 juta titik solder. Dengan komposisi tersebut, komputer ini memiliki bobot 30 ton dan membutuhkan daya 160 kilowatt. Komputer ini dirancang oleh John Presper Eckert (1919-1995) dan John W. Mauchly (1907-1980), ENIAC merupakan komputer serbaguna (general purpose computer) yang bekerja 1000 kali lebih cepat dibandingkan Mark I.

Pada pertengahan tahun 1940-an, John von Neumann (1903-1957) bergabung dengan tim University of Pensylvania dalam usaha membangun konsep desain. Von Neumann mendesain Electronic Discrete Variable Automatic Computer (EDVAC) versinya sendiri dengan nama IAS pada tahun 1945 dengan sebuah memori untuk menampung baik program ataupun data. Kunci utama arsitektur von Neumann adalah unit pemrosesan sentral (CPU), yang memungkinkan seluruh fungsi komputer untuk dikoordinasikan melalui satu sumber tunggal. Arsitektur komputer Von Neumann ini akan menjadi dasar hampir semua komputer digital lebih dari setengah abad kemudian, bahkan hingga saat ini.
Tahun 1951, UNIVAC I (Universal Automatic Computer I) yang dibuat oleh Remington Rand, menjadi komputer komersial pertama yang memanfaatkan model arsitektur von Neumann tersebut.


Gambar 1 Model kerja komputer Von Neumann

Komputer Generasi pertama mempunyai karakteristik instruksi operasi dibuat secara spesifik untuk suatu tugas tertentu. Setiap komputer memiliki program kode-biner yang berbeda yang disebut “bahasa mesin” (machine language). Hal ini menyebabkan komputer sulit untuk diprogram dan membatasi kecepatannya. Ciri lain komputer generasi pertama adalah penggunaan tabung vakum (yang membuat komputer pada masa tersebut berukuran sangat besar) dan silinder magnetik untuk penyimpanan data.

b. Komputer Generasi Kedua (1955-1965)

Pada tahun 1948 diciptakan transistor di Laboratorium Bell oleh John Bardeen, Walter Brattain, dan William Shockley. Mereka menerima hadiah nobel di bidang fisika pada tahun 1956 untuk penemuan ini. Penemuan ini sangat mempengaruhi perkembangan komputer. Transistor menggantikan tube vakum di televisi, radio, dan komputer. Akibatnya, ukuran mesin-mesin elektrik berkurang drastis.

Komputer transistor pertama dibuat di Laboratorium Lincoln, MIT, sebuah mesin 16 bit dengan nama TX-0 (Transistorized eXperimental Computer 0). Perkembangan selanjutnya adalah dengan munculnya PDP-1 pada tahun 1961. Mesin ini mempunyai word 18 bit sebanyak 4K dan waktu siklus 5 µsecond.

Selanjutnya juga telah dibuat mesin 12 bit bernama PDP-8 yang lebih murah daripada PDP-1. PDP-8 telah melakukan informasi besar, yaitu memiliki bus tunggal bernama omnibus. Bus adalah kumpulan kabel-kabel paralel yang digunakan untuk menghubungkan komponen-komponen sebuah komputer. Arsitektur ini sangat berbeda dengan mesin IAS yang berpusat pada memori dan arsitektur ini diadopsi oleh hampir semua komputer kecil.


Gambar 2 Model komputer PDP-8

IBM juga menciptakan komputer versi 7090 dan 7094 yang memiliki waktu siklus 2 µsecond, 32 K memori ini, dan word dengan panjang 36 bit. Pada tahun 1964, sebuah perusahaan yang baru berdiri Control Data Corporation (CDC) memperkenalkan komputer 6600, sebuah mesin yang mendekati ideal dan lebih cepat dari 7094. Mesin ini dapat melakukan 10 instruksi yang dijalankan pada saat yang sama.

Salah satu contoh penting komputer pada masa ini adalah IBM 1401 yang diterima secara luas di kalangan industri. Pada tahun 1965, hampir seluruh bisnis-bisnis besar menggunakan komputer generasi kedua untuk memproses informasi keuangan. Program yang tersimpan di dalam komputer dan bahasa pemrograman yang ada di dalamnya memberikan fleksibilitas kepada komputer. Fleksibilitas ini meningkatkan kinerja dengan harga yang pantas bagi penggunaan bisnis. Dengan konsep ini, komputer dapat mencetak faktur pembelian konsumen dan kemudian menjalankan desain produk atau menghitung daftar gaji.

Beberapa bahasa pemrograman mulai bermunculan pada saat itu. Bahasa pemrograman Common Business-Oriented Language (COBOL) dan Formula Translator (FORTRAN) mulai umum digunakan. Bahasa pemrograman ini menggantikan kode mesin yang rumit dengan kata-kata, kalimat, dan formula matematika yang lebih mudah dipahami oleh manusia. Berbagai macam karir baru bermunculan (programmer, analyst, dan ahli sistem komputer). Industri piranti lunak juga mulai bermunculan dan berkembang pada masa komputer generasi kedua ini.

c. Komputer Generasi Ketiga (1965-1980)

Penemuan rangkaian terpadu (integrated circuit - IC) dari silikon oleh Robert Noyce pada tahun 1958 memungkinkan dimasukkannya lusinan transistor pada satu keping chip tunggal. Teknologi ini memungkinkan untuk pembuatan komputer yang lebih kecil, lebih cepat, dan lebih murah dibanding komputer yang menggunakan transistor.
Pada masa ini IBM memperkenalkan jalur produk tunggal dengan nama Sistem/360 untuk menggantikan model 7094 dan 1041 yang tidak saling kompatibel. Komputer ini berbasis pada rangkaian-rangkaian terpadu yang dirancang untuk keperluan perhitungan ilmiah dan komersial. Komputer 360 memperkenalkan kemampuan multiprogramming dimana memiliki beberapa program dalam memori, sehingga ketika satu program menunggu selesainya input/output, program lain dapat melakukan perhitungan. Komputer 360 dibuat dalam beberapa model untuk beberapa kebutuhan, yaitu:

Sifat Model
30 Model
40 Model
50 Model
65
Kemampuan relatif 1 3.5 10 21
Waktu Siklus (nsec) 1000 625 500 250
Memori maksimum (KB) 64 256 256 512
Byte-byte yang diambil per siklus 1 2 4 16
Jumlah maksimum saluran data 3 3 4 6

Kemajuan komputer generasi ketiga lainnya adalah penggunaan sistem operasi (operating system) yang memungkinkan mesin untuk menjalankan berbagai program yang berbeda secara bersamaan dengan sebuah program utama yang memonitor dan mengkoordinasi memori komputer.

d. Komputer Generasi Keempat (1970-sekarang)

Pada tahun 1980-an, Very Large Scale IC (VLSI) memungkinkan pemasangan puluhan ribu sampai ratusan ribu transistor ke dalam satu chip tunggal. Bahkan dengan teknologi Ultra-Large Scale Integration (ULSI) jumlah tersebut meningkat sampai jutaan transistor. Perkembangan ini menyebabkan lahirnya komputer dengan ukuran semakin kecil den kecepatan yang semakin tinggi. Dengan lahirnya komputer mini, maka sebuah instansi dapat memiliki komputer sendiri karena harganya yang menjadi jauh lebih murah. Pada masa ini, era komputer pribadi (Personal Computer atau PC) dimulai.

Komputer-komputer pribadi pertama biasanya dijual secara terpisah-pisah antara satu komponen dengan komponen lain, sehingga semua spesifikasinya tergantung pembeli. Prosesor yang dipakai saat itu adalah intel 8080 dan sebuah sistem operasi CP/M yang ditulis oleh Gary Kildall. Satu perangkat komputer pribadi terdiri atas sebuah prosesor, sejumlah kabel, sebuah power supply, dan floppy disc 8 inci.

Tidak lama kemudian, setiap perangkat rumah tangga seperti microwave oven, televisi, dn mobil dengan electronic fuel injection dilengkapi dengan mikroprosesor. Perkembangan yang demikian memungkinkan orang-orang biasa untuk menggunakan komputer biasa. Komputer tidak lagi menjadi dominasi perusahaan-perusahaan besar atau lembaga pemerintah.
Pada tahun 1981, IBM memperkenalkan penggunaan komputer pribadi untuk penggunaan di rumah, kantor, dan sekolah. Jumlah PC yang digunakan melonjak dari 2 juta unit di tahun 1981 menjadi 5,5 juta unit di tahun 1982. Sepuluh tahun kemudian, 65 juta PC digunakan. Komputer melanjutkan evolusinya menuju ukuran yang lebih kecil, dari komputer yang berada di atas meja (desktop computer) menjadi komputer yang dapat dimasukkan ke dalam tas (laptop), atau bahkan komputer yang dapat digenggam (palmtop).
Pada masa sekarang, kita mengenal perjalanan IBM compatible dengan pemakaian CPU: IBM PC/486, Pentium, Pentium II, Pentium III, Pentium IV (Serial dari CPU buatan Intel). Juga kita kenal AMD K6, Athlon, Duron, dsb. Ini semua masuk dalam golongan komputer generasi keempat.

Komputer pribadi pertama yang lain adalah Apple yang dirancang oleh Steve Jobs dan Steve Wozniak. Mesin ini sangat populer di kalangan pemakai komputer di rumah dan di sekolah-sekolah hingga Apple menjadi sangat terkenal dalam waktu singkat.

Seiring dengan bertambah populernya komputer, maka komputer-komputer tersebut dapat dihubungkan secara bersamaan dalam suatu jaringan untuk saling berbagi memori, perangkat lunak, informasi, dan juga untuk dapat saling berkomunikasi satu dengan yang lainnya. Dengan menggunakan Local Area Network (LAN), atau kabel telepon, jaringan ini dapat berkembang menjadi sangat besar.

HUKUM ISLAM

HUKUM ISLAM DAN
REFORMASI HUKUM NASIONAL


Pengantar

Reformasi Hukum merupakan salah satu amanat penting dalam rangka pelaksanaan agenda reformasi nasional. Di dalamnya tercakup agenda penataan kembali berbagai institusi hukum dan politik mulai dari tingkat pusat sampai ke tingkat pemerintahan desa, pembaruan berbagai perangkat peraturan perundang-undangan mulai dari UUD sampai ke tingkat Peraturan Desa, dan pembaruan dalam sikap, cara berpikir dan berbagai aspek perilaku masyarakat hukum kita ke arah kondisi yang sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman. Dengan perkataan lain, dalam agenda reformasi hukum itu tercakup pengertian reformasi kelembagaan (institutional reform), reformasi perundang-undangan (instrumental reform), dan reformasi budaya hukum (cultural reform).

Dalam ketiga agenda besar itu, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia merancang suatu proyek penelitian mengenai eksistensi Hukum Islam yang sejak dulu dipahami sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kesadaran masyarakat Indonesia mengenai hukum dan keadilan yang memang jelas keberadaan atau eksistensinya dalam kerangka sistem hukum nasional. Secara instrumental, banyak ketentuan perundang-undangan Indonesia yang telah mengadopsi berbagai materi Hukum Islam ke dalam pengertian Hukum Nasional. Secara institusional, eksistensi Pengadilan Agama sebagai warisan penerapan sistem Hukum Islam sejak zaman pra penjajahan Belanda, juga terus dimantapkan keberadaannya. Dan secara sosiologis-empirik, praktek-praktek penerapan Hukum Islam itu di tengah-tengah masyarakat juga terus berkembang dan bahkan makin lama makin meningkat dan meluas ke sektor-sektor kehidupan hukum yang sebelumnya belum diterapkan menurut ketentuan Hukum Islam. Perkembangan ini, bahkan berpengaruh pula terhadap kegiatan pendidikan hukum di tanah air, sehingga kepakaran dan penyebaran kesadaran mengenai eksistensi Hukum Islam itu di Indonesia makin meningkat pula dari waktu ke waktu.

Sehubungan dengan itu, perlu ditelaah mengenai berbagai aspek perkembangan eksistensial Hukum Islam itu dalam kaitannya dengan pelaksanaan agenda reformasi hukum nasional yang sekarang tengah berlangsung. Di satu segi, Hukum Islam perlu dijadikan objek penelaahan, sehingga agaenda pembaruan atau reformasi hukum nasional juga mencakup pengertian pembaruan terhadap Hukum Islam itu sendiri. Tetapi di pihak lain, sistem Hukum Islam itu sendiri dapat pula berperan penting dalam rangka pelaksanaan agenda reformasi hukum nasional sebagai keseluruhan. Jangan sampai, misalnya, karena kesibukan kita memikirkan keseluruhan sistem Hukum Nasional yang perlu direformasi, menyebabkan kita lalai memperhitungkan faktor sistem Hukum Islam yang sangat penting artinya dalam keseluruhan pengertian sistem Hukum Nasional yang sedang mengalami proses transformasi menuju ke masa depan yang diharapkan akan menjadikan hukum sebagai satu kesatuan sistem yang ‘supreme’ dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Institusi Peradilan dan Lembaga-Lembaga Hukum Islam

Keberadaan sistem Hukum Islam di Indonesia sejak lama telah dikukuhkan dengan berdirinya sistem peradilan agama yang diakui dalam sistem peradilan nasional di Indonesia. Bahkan dengan diundangkannya UU tentang Peradilan Agama tahun 1998, kedudukan Pengadilan Agama Islam itu makin kokoh. Akan tetapi, sejak era reformasi, dengan ditetapkannya Ketetapan MPR tentang Pokok-Pokok Reformasi yang mengamanatkan bahwa keseluruhan sistem pembinaan peradilan diorganisasikan dalam satu atap di bawah Mahkamah Agung, timbul keragu-raguan di beberapa kalangan mengenai eksistensi pengadilan agama itu, terutama dari kalangan pejabat di lingkungan Departemen Agama yang menghawatirkan kehilangan kendali administratif atas lembaga pengadilan agama. Pembinaan kemandirian lembaga peradilan ke bawah Mahkamah Agung itu memang dilakukan bertahap, yaitu dengan jadwal waktu lima tahun. Tetapi, dalam masa lima tahun itu, berbagai kemungkinan mengenai keberadaan pengadilan agama masih mungkin terjadi, dan karena itu penelitian mengenai baik buruknya pembinaan administratif pengadilan agama di bawah Departemen Agama atau di bawah Mahkamah Agung perlu mendapat perhatian yang seksama.

Di samping itu, fungsi peradilan dan penyelelesaian sengketa hukum selain tergantung pada lembaga peradilan, juga berkaitan dengan sistem penyelesaian sengketa dengan menggunakan mekanisme ‘Alternative Dispute Resolution’ (ADR) seperti melalui penggunaan fungsi lembaga arbitrase dan hakim perdamaian seperti di desa ataupun dengan menggunakan jasa para tokoh dan pemimpin informal yang dipercaya oleh masyarakat, seperti para ulama dan guru. Karena itu, perlu ditelaah pula sejauhmana sistem Hukum Islam dapat berperan dalam pengembangan pemikiran dan praktek mengenai penyelesaian sengketa hukum melalui mekanisme alternatif ini. Di bidang ini, saya telah memprakarsai pembentukan Badan Arbitrase Mualamat Indonesia (BAMUI) yang dewasa ini telah menjalankan fungsinya dalam menyelesaikan berbagai kemungkinan timbulnya sengketa mu’amalat antara lembaga perbankan syari’ah dengan para nasabahnya. Misalnya, ketentuan mengenai hal ini selalu dicantumkan dalam naskah kontrak antara Bank Mu’amalat Indonesia dengan para nasabahnya. Diharapkan semua kontrak yang dibuat antara perusahaan yang menerapkan prinsip syari’at Islam dengan para nasabah atau pelanggannya, dapat mengaitkan ketentuan mengenai penyelesaian sengketa di antara mereka dengan fungsi Arbitrase Mu’amalat ini.

Perkembangan Praktek Hukum Mu’amalat

Pemberlakuan Hukum Islam di bidang mu’amalat tersebut dapat dikatakan telah mempunyai kedudukannya yang tersendiri. Sebelum berlakunya UU tentang Perbankan Tahun 1992, ketentuan Hukum Islam di bidang perbankan belum diakui dalam kerangka sistem hukum nasional. Akan tetapi, sejak diberlakukannya UU tentang Perbankan 1992 yang diikuti dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Tahun 1993 dalam rangka pelaksanaan UU Perbankan tersebut, sistem operasi Bank Mua’malat Indonesia berdasarkan syari’at Islam diakui secara hukum. Sejak itu, berkembang luas praktek penerapan sistem mu’amalat itu dalam sistem perekonomian nasional dan praktek dunia usaha. Secara berturut-turut dapat dikemukakan perkembangan Bank Perkreditan Syari’ah yang berjumlah ratusan. Meskipun konsep pokoknya sendiri, yaitu konsep Bank Perkreditan Rakyat (BPR), di kemudian hari dinilai kurang berhasil, tetapi aspek penerapan hukum mu’malat dalam sistem operasional Bank Perkreditan Rakyat (BPR) tersebut telah memperlihatkan kenyataan mengenai pemberlakuan aspek hukum syari’atnya.

Di samping Bank Perkreditan Rakyat berdasarkan prinsip syari’at itu, dewasa ini telah pula berhasil dikembangkan sebanyak lebih dari 3.000-an lembaga-lembaga pembiayaan mikro di seluruh Indonesia, yang juga menjalankan prinsip mu’amalat berdasarkan syari’at Islam. Lembaga-lembaga pembiayaan ini disebut ‘Baitul Maal wa al-Tamwil” (BMT) yang kadang-kadang di beberapa daerah disebut Balai-usaha Mandiri Terpadu (BMT) yang dibina dan dikembangkan oleh Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK) yang bernaung di bawah Yayasan Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (YINBUK). Yayasan ini didirikan oleh Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) bersama dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Bank Mu’amalat Indonesia (BMI). Di samping itu, atas prakarsa Pengurus ICMI, telah pula didirikan usaha asuransi yang menjalankan prinsip syari’at (takaful) dengan nama Takaful Umum dan Takaful Keluarga yang berdiri berdasarkan sistem syari’at Islam. Bahkan, Pemerintah sendiri telah pula mengembangkan Bank Pemerintah tersendiri yang menggunakan sistem syari’ah, yaitu dengan berdirinya Bank Syari’ah Mandiri.

Untuk lebih mengukuhkan lagi kedudukan hukum mu’amalat ini, UU Perbankan Tahun 1992 telah pula diperbarui dengan UU tentang Perbankan tahun 1998 yang makin mempertegas pemberlakuan sistem Hukum Islam di bidang perbankan. Bahkan, di lingkungan Bank Indonesia juga diadakan Dewan Syari’ah yang diorganisasikan secara tersendiri. Secara terkait dengan Pengurus Majelis Ulama Indonesia Pusat, pembentukan Dewan Syari’at Nasional cukup penting peranannya untuk merumuskan pedoman hukum materiel yang dapat dijadikan acuan bagi penyelenggaraan kegiatan usaha mu’amalat tersebut. Perkembangan demikian sudah seharusnya dijadikan catatan sendiri berkenaan dengan kedudukan sistem Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional kita. Dengan diterapkannya sistem Hukum Islam dalam kegiatan perbankan dan perasuransian (takaful), serta kegiatan pembiayaan pada umumnya, dengan sendirinya pemberlakuan sistem Hukum Islam itu nantinya dapat meluas ke bidang-bidang yang didukung oleh sistem keuangan berdasarkan prinsip syari’at Islam itu.

Apalagi, menyusul pemberlakuan Hukum Islam di bidang-bidang tersebut, telah pula ditetapkan berbagai UU di bidang-bidang yang lain yang mewadahi kebutuhan kaum Muslimin untuk menerapkan berbagai kaedah hukum Islam. Misalnya, pada tahun 1998, telah berhasil disahkan UU tentang Zakat dan pada tahun 1999 disahkan pula UU tentang Haji. Dengan demikian, sistem hukum Islam tidak saja berperan sebagai sumber inspirasi dalam perkembangan dan pengembangan hukum nasional, tetapi norma-norma dan institusi-institusi hukum Islam yang hidup di tengah masyarakat Muslim sehari-hari, telah dilembagakan menjadi bagian dari sistem hukum nasional yang kukuh dan absah. Jika nanti, dapat ditetapkan pula UU di bidang-bidang lain seperti UU tentang Wakaf, dan seterusnya, maka akan semakin lengkaplah sistem hukum keperdataan Islam diberlakukan menjadi bagian dari sistem hukum nasional di Indonesia.

Otonomi Daerah dan Desentralisasi Sistem Hukum

Di samping itu, dalam rangka kebijakan otonomi daerah, dapat pula dipersoalkan mengenai sejauhmana hukum dan sistem hukum dapat didesentralisasikan. Berdasarkan konsep kekuasaan asal yang diatur dalam Pasal 7 ayat (1) UU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, kekuasaan peradilan termasuk urusan yang ditentukan sebagai kewenangan pemerintahan pusat. Masalahnya, apakah yang dimaksudkan dengan peradilan itu mencakup pula pengertian substansi hukum yang dijadikan pegangan dalam proses peradilan. Jika kekuasaan peradilan dipahami dalam pengertian institusi peradilan yang terstruktur mulai dari Pengadilan tingkat Pertama sampai ke tingkat Mahkamah Agung, maka pembinaan administrasinya dan pengelolaan sistem peradilannya tentu tidak dapat didesentralisasikan. Karena kekuasaan peradilan itu, sesuai ketentuan UUD 1945, berpuncak pada Mahkamah Agung yang mandiri. Bahkan, berdasarkan ketentuan UU No.35/1999, baik urusan acara peradilan maupun administrasi peradilan, dikembangkan menjadi satu atap di bawah Mahkamah Agung. Akan tetapi, dalam hubungannya dengan materi hukum dan budaya hukum sebagai dua komponen penting dalam sistem peradilan nasional dan sistem hukum nasional secara keseluruhan, tidak ada ketentuan yang menegaskan keharusan untuk diseragamkan di seluruh wilayah hukum Republik Indonesia.

Malah, dalam Pasal 18 ayat (5) Perubahan Kedua UUD 1945 dinyatakan: “Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat. Dalam ayat (6) pasal tersebut dinyatakan pula: “Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas perbantuan”. Bahkan dalam Pasal 18B ayat (1) dinyatakan pula: “Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang”. Dalam ayat (2) dinyatakan: “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang”.

Artinya, UUD 1945 mengakui dan menghormati pluralisme hukum dalam masyarakat. Meskipun sistem peradilan nasional bersifat terstruktur dalam kerangka sistem nasional, materi hukum yang dijadikan pegangan oleh para hakim dapat dikembangkan secara beragam. Bahkan secara historis, sistem hukum nasional Indonesia seperti dikenal sejak lama memang bersumber dari berbagai sub sistem hukum, yaitu sistem barat, sistem hukum adat, dan sistem hukum Islam, ditambah dengan praktek-praktek yang dipengaruhi oleh berbagai perkembangan hukum nasional sejak kemerdekaan dan perkembangan-perkembangan yang diakibatkan oleh pengaruh pergaulan bangsa Indonesia dengan tradisi hukum dari dunia internasional.

Dalam praktek, apalagi dalam dunia yang terus berubah ke arah hubungan-hubungan yang makin pengaruh-mempengaruhi seperti sekarang ini, kita memang tidak mungkin menolak ide-ide dan norma-norma hukum yang berasal dari tradisi dan praktek hukum negara-negara lain yang mempengaruhi sistem hukum nasional kita. Demikian pula keragaman tradisi hukum yang tumbuh dan hidup dalam pergaulan masyarakat kita sendiri yang sangat plural dari Sabang sampai ke Merauke, tidak mungkin diabaikan jika sistem hukum nasional kita diharapkan dapat bekerja secara efektif sebagai instrumen untuk menciptakan kedamaian dan keadilan dalam kehidupan bersama. Oleh karena itu, sumber-sumber tradisi hukum adat masyarakat kita yang hidup, sumber-sumber tradisi hukum yang dihayati secara mendalam dalam keyakinan keagamaan masyarakat kita, dan bahkan sumber-sumber norma hukum yang sama sekali asing sekalipun, sepanjang memang kita butuhkan untuk mewujudkan keadilan dan kebenaran serta kedamaian hidup, tidak mungkin kita tolak pemberlakuannya dalam kesadaran hukum masyarakat dan bangsa kita.

Karena itu, dapat dikatakan bahwa sebagai dampak kebijakan otonomi daerah sekarang ini, di masa yang akan datang kita akan makin banyak menyaksikan berkembangnya gejala pluralisme dalam pengaturan mengenai materi hukum dan desentralisasi dalam pengelolaan dan pembinaan hukum nasional kita. Kecenderungan desentralisasi dan keragaman sistem hukum itu berkembang sesuai dengan prinsip ‘lex specialis derogat lex generalis’ yang dikenal dan diakui sebagai doktrin yang universal dalam hukum. Akan tetapi, semua ini haruslah kita lihat sebagai elemen substantif dari sistem hukum kita itu. Aspek substansi itu masih harus ditata dan dilembagakan dalam bentuk-bentuk hukum yang memang disepakati bersama secara demokratis. Artinya, keragaman isi atau esensi tidak harus dilembagakan dalam keragaman bentuk. Oleh karena itu, norma-norma syari’at agama Islam juga perlu dituangkan dalam format peraturan yang dapat disepakati bersama. Hal ini penting, bukan saja untuk memudahkan penegakannya di lapangan, tetapi juga untuk mengatasi persoalan interpretasi yang mungkin timbul dalam lingkungan keyakinan mengenai hukum syari’at Islam itu sendiri. Karena cakupan pengertian dan muatan isi kaedah-kaedah yang diatur dalam sistem hukum syari’at Islam itu juga sangatlah luas. Di samping itu, penerapannya dalam praktek juga memerlukan dukungan pendidikan dan dakwah yang juga sangat luas. Selain itu, banyak pula aspek-aspek substansi tradisi hukum syari’at Islam itu sendiri yang masih harus dikembangkan pula dengan agenda yang secara tersendiri agar tradisi hukum Islam itu dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan zaman.

Jika misalnya kita mengatakan mulai sekarang syari’at Islam dapat diberlakukan di Aceh, maka kita sendiri harus pula mengerti betul apa yang kita maksudkan dengan syari’at Islam itu sendiri. Kalau kita membatasi diri pada pengertian hukum, kitapun harus jelas betul perbedaan antara perkataan syari’at Islam dalam pengertian luas dengan hukum syari’at yang harus ditegakkan. Di samping itu, kita juga harus menata dulu pengertian kita tentang hukum dalam arti ‘fiqh’ yang merupakan cabang ilmu ke-Islaman membahas mengenai syari’at Islam. Pengertian ‘fiqh’ itu sendiri harus pula dikembangkan secara lebih rinci ke dalam pengertian ‘qanun’ yang berisi kaedah yang perlu dikukuhkan oleh sistem kekuasaan umum (negara). Dengan demikian, antara aspek isi atau esensi dan bentuk hukum (qanun) itu haruslah dipandang sebagai sesuatu yang niscaya dalam pemahaman kita mengenai proses penataan kembali pengertian kita mengenai hukum syari’at Islam. Hanya dengan begitu tugas kita untuk menerapkan atau menegakkan sistem hukum syari’at Islam itu menjadi mudah.

Hirarki Makna mengenai Hukum Islam

Sehubungan dengan digunakannya istilah-istilah hukum Islam, syari’at Islam, fiqh Islam, dan qanun Islam tersebut di atas, penting disadari adanya ‘hirarki makna’ dalam konsep-konsep mengenai hukum Islam tersebut. Melalui pendekatan hirarki makna ini, kita akan mengetahui bahwa istilah-istilah yang biasa digunakan dalam hubungannya dengan terminologi hukum Islam itu, tidak saja mengandung perbedaan pengertian semantik, tetapi memang berbeda secara konseptual dan maknawi karena perkembangan sejarah. Pada hirarki pertama, pengertian kita tentang norma atau kaedah hukum Islam itu bersifat konkrit dan kontan yang terkait dengan proses turunnya wahyu dari Allah swt melalui Rasulullah saw yang langsung menjadi jawaban atas pertanyaan yang timbul atau langsung menjadi solusi terhadap aneka persoalan yang terjadi di masa kerasulan nabi Muhammad saw. Pada waktu itu, maka setiap wahyu yang mengandung norma hukum baik yang berisi kaedah larangan (haromat), kewajiban (fardu atau wajibat), anjuran positif (sunnah), anjuran negatif (makruh), ataupun kebolehan (ibahah), dapat langsung kita sebut sebagai norma hukum (al-ahkaam) yang di kemudian hari, ketika ummat Islam membutuhkan identitas pembeda, disebut dengan Hukum Islam.

Pada hirarki makna yang kedua, pengertian Hukum Islam itu dapat dikaitkan dengan masa sepeninggal Rasulullah saw, ketika dibutuhkan usaha pengumpulan dan penulisan wahyu Ilahi itu ke dalam satu naskah.

Bentuk Peraturan Hukum (Qanun)

Sehubungan dengan itu, maka pengakuan dan penerimaan negara terhadap keberadaan sub-sistem hukum syari’at Islam di Indonesia, memerlukan format atau bentuk hukum tertentu yang disepakati bersama. Dalam Pasal 2 Ketetapan MPR No.III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan, disebutkan adanya tata urutan yang mencakup UUD, Ketetapan MPR, Undang-Undang, Perpu, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, dan Peraturan Daerah. Dalam Pasal 2 ayat (7) Ketetapan MPR tersebut ditegaskan bahwa Peraturan Daerah merupakan peraturan untuk melaksanakan aturan hukum di atasnya, dan menampung kondisi khusus dari daerah yang bersangkutan. Memang benar, berdasarkan prinsip ‘lex superiore derogat lex infiriore’ maka secara hirarkis peraturan perundang-undangan yang tingkatannya di bawah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang tingkatannya lebih tinggi. Akan tetapi, dalam hukum juga berlaku prinsip ‘lex specialis derogat lex generalis’ yang berarti bahwa peraturan yang khusus dapat mengesampingkan berlakunya suatu peraturan yang bersifat umum.

Karena itu, meskipun sudah ada peraturan yang tingkatannya lebih tinggi mengatur suatu hal, tetapi jikalau misalnya kondisi khusus daerah istimewa Aceh menghendaki ketentuan yang khusus dan berbeda, maka kekhususan itu dapat ditampung pengaturannya dalam bentuk Peraturan Daerah. Peraturan Daerah itu sendiri untuk daerah propinsi dibuat oleh DPRD bersama Gubernur, sedangkan untuk daerah kabupaten/kota dibuat oleh DPRD setempat bersama Bupati/Walikota. Bahkan, termasuk dalam pengertian Peraturan Daerah itu adalah Peraturan Desa atau yang setingkat yang dapat dibuat oleh badan perwakilan desa atau yang setingkat menurut tata cara pembuatan peraturan desa atau yang setingkat yang diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan.

Memang benar bahwa ketentuan mengenai tata cara pembuatan Peraturan Daerah ini, seperti ditentukan dalam Pasal 6 TAP No.III/MPR/2000 tersebut masih harus diatur lebih lanjut dengan undang-undang. Akan tetapi, jiwa dan semangat kebijakan otonomi daerah itu menghendaki tumbuhnya kemandirian dan keprakarsaan dari bawah. Bahkan dalam soal penerbitan peraturan ini, sebagaimana ditentukan dalam Ketetapan MPR No.IV/MPR/2000 tentang Kebijakan Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah, masyarakat dan pemerintah di daerah tidak perlu menunggu petunjuk, arahan ataupun peraturan-peraturan pusat. Sebelum peraturan pusat yang diperlukan itu ditetapkan, daerah diperbolehkan membuat dan menetapkan sendiri peraturan daerah menurut kebutuhannya masing-masing. Jika nantinya, setelah peraturan pusat itu dikeluarkan, barulah peraturan daerah itu disempurnakan sehingga tidak bertentangan dengan peraturan pusat. Artinya, semangat yang dikandung dalam kebijakan

Lagi pula, misalnya, berkenaan dengan pemberlakuan syari’at Islam di Aceh telah pula ditetapkan Undang-Undang yang bersifat khusus yang memungkinkan hal itu dilaksanakan segera. Karena itu, sejak berlakunya kebijakan otonomi daerah dan Undang-Undang khusus tersebut, pembentukan Peraturan Daerah yang berisi materi hukum syari’at Islam sudah dapat segera dilakukan di Aceh. Tinggal lagi tugas para pakar membantu Gubernur dan para anggota DPRD di Aceh untuk menyusun agenda perancangan yang rinci berkenaan dengan pembentukan Peraturan Daerah tersebut. Idealnya, Peraturan Daerah itu tidak lagi mengatur hukum syari’at Islam dalam judul besarnya melainkan sudah mengatur hal-hal yang rinci dan spesifik. Misalnya ada Perda khusus berkenaan dengan sistem perbankan syari’at, ada Perda tentang Hakam dan Arbitrase Mu’amalat, ada Perda tentang Tirajoh, ada Perda tentang Waqf, ada Perda tentang Wisata Ziarah, ada Perda tentang Sandang Pangan, dan sebagainya. Semuanya memuat substansi tentang hukum syari’at Islam itu secara konkrit. Dalam sistem hukum Islam, status peraturan daerah itu sama dengan ‘qanun’ yang merupakan pelembagaan resmi materi fiqh Islam.

Demikianlah beberapa contoh yang dapat diperbincangkan berkenaan dengan upaya melakukan elaborasi terhadap pengertian kita mengenai hukum syari’at Islam yang harus dituangkan dalam bentuk Peraturan Daerah itu. Dengan demikian, di era reformasi ini terbuka peluang yang luas bagi sistem Hukum Islam untuk memperkaya khazanah tradisi hukum di Indonesia. Kita dapat melakukan langkah-langkah pembaruan dan bahkan pembentukan hukum baru yang bersifat mengadopsi tradisi sistem Hukum Islam untuk dijadikan norma hukum positif dalam sistem Hukum Nasional kita. Bahkan, dapat pula dipikirkan kemungkinan mengembangkan inovasi atau ijtihad-ijtihad baru di lapangan hukum yang lebih luas, misalnya di lapangan hukum pidana ataupun hukum tatanegara. Sebagaimana kita dapat mengadopsi berbagai pemikiran dan tradisi hukum barat ataupun hukum asing lainnya yang positif bagi perkembangan hukum di Indonesia, kita juga dapat mengadopsi sistem dan tradisi Hukum Islam yang didasarkan atas kesadaran iman bangsa Indonesia yang dikenal sebagai bangsa pemeluk agama Islam terbesar di dunia dewasa ini.

Pembinaan Kesadaran Hukum Masyarakat

Apa yang diuraikan di atas pada pokoknya menyangkut agenda penataan kembali institusi hukum dan pembaruan berbagai perangkat perundang-undangan yang diperlukan dalam upaya membangun sistem hukum nasional yang sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman. Namun demikian kedua agenda reformasi kelembagaan (institutional reform) dan reformasi perundang-undangan (instrumental reform) tersebut tidak akan dapat diharapkan berfungsi efektif apabila kesadaran hukum dan budaya hukum masyarakat tidak menunjang. Karena itu, perlu dikembangkan upaya-upaya pembinaan dan pembaruan yang sistematis dan terarah mengenai oreintasi pemikiran, sikap tindak, dan kebiasaan berperilaku dalam kehidupan masyarakat luas (cultural reform).

Sikap menghormati hukum dan orientasi berpikir dan bertindak yang selalu didasarkan atas hukum masih harus dibina dan dikembangkan menjadi kebiasaan hidup rakyat Indonesia. Di tengah isu hak asasi manusia yang dewasa ini menghantui cara berpikir hampir semua orang, juga perlu disadari mengenai pentingnya dimensi kewajiban dan tanggungjawab asasi manusia. Sejatinya hukum dan keadilan justru terletak pada keseimbangan dinamis dalam hubungan antara hak dan kewajiban yang tidak dapat dilepaskan dari kepentingan para subjek hukum dalam arti sempit ataupun kepentingan masyarakat pada umumnya.

Pembinaan kesadaran hukum dan budaya hukum masyarakat itu perlu dikembangkan, baik melalui saluran pendidikan masyarakat dalam arti yang seluas-luasnya maupun melalui saluran media komunikasi massa dan sistem informasi yang menunjang upaya pemasyarakatan dan pembudayaan kesadaran hukum yang luas. Sudah saatnya semua pihak menanamkan keyakinan yang sunguh-sungguh mengenai pentingnya menempatkan hukum sebagai “kalimatun sawa’” atau ‘pegangan normatif’ tertinggi dalam kehidupan bersama.

Pengakuan terhadap sistem Hukum Islam sebagai bagian tak terpisahkan dari sistem hukum nasional, akan berdampak sangat positif terhadap upaya pembinaan hukum nasional. Setidak-tidaknya, kita dapat memastikan bahwa di kalangan sebagian terbesar masyarakat Indonesia yang akrab dengan nilai-nilai Islam, kesadaran kognitif dan pola perilaku mereka dapat dengan mudah memberikan dukungan terhadap norma-norma yang sesuai dengan kesadaran dalam menjalankan syari’at agama. Dengan demikian, pembinaan kesadaran hukum masyarakat dapat lebih mudah dilakukan dalam upaya membangun sistem supremasi hukum di masa yang akan datang. Hal itu akan sangat berbeda jika norma-norma hukum yang diberlakukan justru bersumber dan berasal dari luar kesadaran hukum masyarakat.

Pembenaran Filosofis dan Ketatanegaraan

Perkembangan ke arah adopsi yang makin luas terhadap sistem Hukum Islam yang bersesuaian dengan dinamika kesadaran hukum dalam masyarakat kita, yang dituangkan dalam berbagai bentuk peraturan perundang-undangan serta diwujudkan dalam esensi kelembagaan hukum yang dikembangkan dapat dikaitkan pula dengan pertimbangan-pertimbangan yang bersifat filosofis dan ketatanegaraan. Secara umum dapat diakui bahwa UUD 1945 mengakui dan menganut ide ke-Tuhanan Yang Maha Esa dalam kehidupan bermasyarakat, berbanga dan bernegara. Ide Ketuhanan Yang Maha Esa itu tidak saja ditegaskan dalam rumusan Pembukaan UUD yang menyebut secara eksplisit adanya pengakuan ini, tetapi juga dengan tegas mencantumkan ide Ketuhanan Yang Maha Esa itu sebagai sila pertama dan utama dalam rumusan Pancasila. Bahkan, dalam Pasal 29 UUD 1945, ditegaskan pula bahwa Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, dan dalam Pasal 9 ditentukan bahwa setiap Presiden dan Wakil Presiden sebelum memangku jabatan diwajibkan untuk bersumpah ‘Demi Allah’.

Ide Ke-Maha Esaan Tuhan itu bahkan dikaitkan pula dengan ide Ke-Maha Kuasaan Tuhan yang tidak lain merupakan gagasan Kedaulatan Tuhan dalam pemikiran kenegaraan Indonesia. Namun, prinsip Kedaulatan Tuhan itu berbeda dari paham teokrasi barat yang dijelmakan dalam kekuasaan Raja, maka dalam sistem pemikiran ketatanegaraan berdasarkan UUD 1945, hal itu dijelmakan dalam prinsip-prinsip kedaulatan rakyat. Selanjutnya, prinsip kedaulatan rakyat dijelmakan ke dalam sistem kelembagaan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang selanjutnya akan menentukan haluan-haluan dalam penyelenggaraan negara berupa produk-produk hukum tertinggi, yang akan menjadi sumber bagi penataan dan pembinaan sistem hukum nasional. MPR-lah yang dijadikan sumber kewenangan hukum bagi upaya pemberlakuan sistem hukum Islam itu dalam kerangka sistem hukum nasional.

Dari perspektif Hukum Islam, proses pemikiran demikian dapat dikaitkan dengan pemahaman mengenai konsep ‘theistic democracy’ yang berdasar atas hukum ataupun konsep ‘divine nomocracy’ yang demokratis yang berhubungan erat dengan penafsiran inovatif terhadap ayat al-Quran yang mewajibkan ketaatan kepada Allah, kepada Rasulullah, dan kepada ‘ulul amri’. Pengertian ‘ulul amri’ yang seringkali disalahpahami sebagai konsep mengenai ’pemimpin’ (waliyu al-amri), justru dipahami sebagai konsep mengenai ‘perwakilan kepemimpinan’ atau ‘para pemimpin yang mewakili rakyat’ (ulul amri). Karena itu, konsep parlemen dalam pengertian modern dapat diterima dalam kerangka pemikiran Hukum Islam, melalui mana norma-norma hukum Islam itu diberlakukan dengan dukungan otoritas kekuasaan umum, yaitu melalui pelembagaannya menjadi ‘qanun’ atau peraturan perundang-undangan negara. Karena itu, dapat dikatakan bahwa eksistensi Hukum Islam dalam kerangka Sistem Hukum Nasional Indonesia sangat kuat kedudukannya, baik secara filosofis, sosiologis, politits, maupun juridis. Meluasnya kesadaran mengenai reformasi hukum nasional dewasa ini justru memberikan peluang yang makin luas bagi sistem Hukum Islam untuk berkembang makin luas dalam upaya memberikan sumbangan terhadap perwujudan cita-cita menegakkan supremasi sistem hukum sesuai amanat reformasi.

Jumat, 26 Juni 2009

Pancasila sebagai suatu system

Pancasila sebagai suatu system

Pancasila yang terdiri atas bagian-bagian yaitu sila-sila pancasila setiap sila pada hakikatnya merupakan suatu masa sendiri, fungsi sendiri-sendiri tujuan tertentu, yaitu suatu masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Maka dasar filsafat Pancasila adalah merupakan suatu kesatuan yang bersifat majemuk tunggal. Antara sila-sila pancasila itu saling berkaitan, saling berhubungan bahkan saling mengkualifikasi, dalam pengertian bahwa bagian-bagian, sila-silanya saling berhubungan secara erat sehingga membentuk suatu struktur yang menyeluruh. Pancasila sebagai suatu sistem dapat dipahami dari pemikiran dasar yang terkandung dalam pancasila, yaitu pemikiran tentang manusia dalam hubungannya dengan TuhanYME, dengan dirinya sendiri, dengan sesama manusia, dengan masyarakat bangsa berpikir bangsa Indonesia.
Kenyataan Pancasila yang demikian itu disebut kenyataan obyektif, yaitu bahwa kenyataan itu ada pada Pancasila sendiri terlepas dari sesuatu yang lain atau terlepas dari pengetahuan orang, sehingga Pancasila sebagai suatu sistem filsafat bersifat khas dan berbeda dengan sistem-sistem filsafat lainnya misalnya liberalisme, matrealisme, komunisme, dan aliran filsafat lainnya.
Rumusan Pancasila yang bersifat hierarkhis dan berbentuk piramidial:
1. Sila pertama, Ketuhanna YME adalah meliputi dan menjiwai sila-sila kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijakasanaan dan permusyawaratan/perwakilan, keadialan sosila bagi seluruh rakyat Indonesia.
2. Sila kedua, kemanusiaan yang adil dan beradap adalah meliputi dan dijiwai sila ketuhanan YME adalah menjiwai sila-sila persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dan permusyawaratan/perwakilan , keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
3. Sila ketiga , persatuan Indonesia adalah meliputi Ketuhanan YME adalah meliputi dan menjiwai kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dan permusyawaratan/perwakilan , keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.
4. Sila keempat, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dan permusyawaratan/perwakilan, adalah meliputi dan dijiwai oleh sila-sila ketuhanan YME kemausiaan yang adil dan beradap, persatuan Indonesia, meliputi dan menjiwai sila keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.
5. Sila kelima, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah diliputi dan dijiwai oleh sila-sila ketuhanan YME, kemanusiaaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dpimpin oleh hikmah kenijaksanaan dan permusyawaratan/perwakilan.
Secara ontologis kesatuan sila-sila pancasila sebagai suatu sistem berfilsafat hierarkhis dan berbentuk piramidial adalah sebagai berikut: bahwa hakikat adanya Tuhan adalah karena adanya dirinya sendiri, Tuhan sebagai causa prima. Oleh karena itu segala sesuatu yang ada termasuk manusia ada karena diciptakan tuhan atau manusia ada sebagai akibat adanya Tuhan (Sila 1). Adapun manusia adalah sebagai subyek pendukung pokok Negara, kerena Negara adalah lembaga kemanusiaan, Negara adalah sebagai persekutauan hidup bersama yang anggotanya adalah manusia (Sila 2). Maka Negara adalah sebagai akibat adanya manusia yang bersatu (sila 3). Sehingga terbentuklah persekutuan hidup bersama yang disebut rakyat. Maka rakyat pada hakikatnya merupakan unsur Negara disamping wilayah dan pemerintah. Rakyat adalah sebagai totalitas individu-individu dalam hidup bersama atau dengan yang lain perkataan keadilan sosial (sila 4). Keadilan ada hakikatnya merupakan tujuan suatu keadilan dalam hidup bersama atau dengan perkataan lain keadilan sosial (sila 5) pada hakikatnya sebagai tujuan dari lembaga hidup bersama yang disebut Negara.
Secara filosofis Pancasila sebagai suatu kesatuan sistem filsafat memiliki, dasar dasar ontologis, epistemologis, dan psikologis sendiri yang berbeda dengan sistem filsafat yang lainnya misalnya matrealisme, liberalisme, pragmatisme, komunisme, adelisme, dan lain paham filsafat di dunia.

DASAR ONTOLOGIS SILA-SILA PANCASILA

Pancasila sebagai suatu kesatuan sistem tidak hanya kesatuan yang menyangkut sila-sila saja melainkan juga meliputi hakikat dari sila-sila Pancasila atau secara filosopis merupakan dasar ontologis sila-sila Pancasila. Dasar ontologis Pancasila pada hakikatnya adalah manusia yang memiliki hakikat mutlak monopluralis, oleh karena itu hakikat dasar ini juga disebut sebagai dasar antropologis. Dan apabila kita pahami dari segi filsafat Negara bahwa Pancasila adalah filsafat Negara, adapun pendukung pokok negara adalah rakyat dan unsur rakyat adalah manusia itu sendiri sehingga tepatlah jika dalam filsafat Pancasila bahwa hakikat dasar antropologis sila-sila Pancasila adalah manusia.
Manusia sebagai pendukung pokok sila-sila pancasila secara ontologis memiliki hal-hal yang mutlak, yaitu terdiri atas susunan kodrat, raga, dan jiwa jasmani dan rokhani, sifat kodrat manusia adalah sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, serta kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk Tuhan YME.oleh karena itu kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk Tuhan inilah maka secara hierarkhis sila pertama ketuhanan YME mendasari dan menjiwai keempat sila-sila Pancasila. Hubungan kesesuaian antara Negara dengan landasan sila-sila Pancasila adalah berupa hubungan sebab akibat yaitu Negara sebagai pendukung hubungan dan Tuhan, manusia, satu ,rakyat,dan adil sebagai pokok pangkal hubungan.
Sebenarnya ada hubungan sebab dan akibat antara Negara pada umumnya dengan manusia karena Negara adalah lembaga kemanusiaan, yang diadakan oleh manusia. Adapun Tuhan adalah asal dari segala sesuatu, termasuk manusia sehingga terdapat hubungan sebab dan akibat pula yang tidak langsung antara Negara dengan asal mula segala sesuatu, rakyat adalah jumlah dari manusia-manusia pribadi, sehingga ada hubungan sebab akibat antar Negara dengan rakyat,lebih-lebih buat Negara kita yang kekuasaannya tegas dinyatakan ditangan rakyat berasal dari rakyat. Adil adalah cita-cita kemerdekaan setiap bangsa jika suatu bangsa tidak merdeka tidak mempunyai negara sendiri itu adalah adil. Jadi hubungan antara Negara dengan adil termasuk pula dalam golongan hubungan yang harus ada atau mutlak dan arti bahwa adil itu dapat dikatakan mengandung unsur pula sejenis dengan asas hubungan sebab dan akibat atau termasuk dalam lingkungannya juga sebagai penggerak atau pendorong utama.
Dalam fungsi dan keudukan Pancasila sebagai dasar NKRI maka sangat perlu untuk diketahui tentang hubungan antara Negara Indonesia dengan landasan dari sila-sila Pancasila yaitu: Tuhan, manusia, satu, rakyat dan adil. Hubungan tersebut merupakan suatu hubungan kesesuaian , maka arti inti setiap sila dari Pacasila adalah sebagai berikut:
1. Ketuhanan, ialah sifat-sifat keadaan Negara yang sesuai dengan hakikat Tuhan (yaitu kesesuaian dalam arti sebab dan akibat)(merupakan suatu nilai-nilai agama)
2. Kemanusiaan adalah sifat-sifat keadaan Negara yang sesuai dengan hakikat manusia.
3. Persatuan yaitu sifat-sifat dan keadaan Negara yang sesuai dengan hakikat satu, yang bearti membuat menjadi satu rakyat, daerah dan keadaan negara Indonesia sehingga terwujud satu kesatuan.
4. Kerakyatan yaitu sifat-sifat dan keadaan Negara yang sesuai dengan hakikat rakyat
5. Keadilan yaitu sifat-sifat dan keadaan Negara yang sesuai dengan hakikat adil.
Pengertian sifat-sifat meliputi empat hal yaitu:
a. Sifat lahir yaitu sejumlah pengaruh yang datang dari luar dan dengan sendirinya yang sesuai dengan nila-nilai pandangan hidup bangsa Indonesia yang dmiliki oleh bangsa Indonesia
b. Sifat batin atau sifat bawaan Negara Indonesia antara lainnya berupa unsur-unsur kenegaraan yaitu

• Kekuasaan Negara
• Pendukung kekuasaan Negara
• Rakyat
• Bangsa
• Masyarakat
• Adat istiadat dan kebudayaan
• Agama
• Wilayah
c. Sifat yang berupa bentuk wujud dan susunan Negara Indonesia yaitu bentuk Negara Republik kesatuan organisasi Negara dan sistem kedaulatan rakyat.
d. Sifat yang berupa potensi yaitu kekuatan Negara dan daya dari Negara Indonesia antara lain:
• kekuasaan Negara yang berupa kedaulatan rakyat
• kekuasaan, tugas, dan tujuan Negara untuk memelihara keselamatan, perdamaian dan keamanan.
• Kekuasaan Negara untuk membangun, memelihara, mengembangkan, kesejahteraan dan kebahagiaan.
• Kekuasaan Negara untuk menyusun dan mengadakan peraturan perundang-undangan dan menjalankan pengadilan
• Kekuasaan Negara untuk melakukan pemerintahan
• Kemampuan untuk melakanakan ketertiban, kemerdekaan da perdamaian
Dalam kaitannya dengan segala hal yang diperbandingkan dan memiliki hubungan, maka senantiasa memiliki tiga asas hubungan yaitu:
a. Asas hubungan yang berupa sifat
b. Asas hubungan yang bentuk luas dan berat
c. Asa hubungan yang berupa sebab akibat
Maka hubungan Negara Indonesia dengan landasan sila-sila pancasila adalah bersifat mutlak, karena unsur-unsur pancasila telah ada pada bangsa Indonesia sejak Indonesia harus senantiasa sesuai dengan hakikat Tuhan, manusia, satu , rakyat, adil. Maka merupakan suatu keharusan bagi bangsa Indonesia
Untuk senantiasa merealisasikan sifat-sifat kebenaran, kebaikan, kesusialaan, keharmonisan, dan keindahan dalam penyelenggaraan Negara. Pada dasarnya hakikat adalah suatu inti yang terdalam dari segala sesuatu yang terdiri dari sejumlah unsur tertentu yang mewujudkan sesuatu itu, sehingga terpisah dengan sesuatu lainnya dan sifatnya mutlak.dalam hal ini terdapat tiga pengertian hakikat:
a. Hakikat abstrak
Hakikat abstrak ini disebut hakikat jenis atau hakikat umum. Hakikat yang ada pada segala sesuatu yang memilki unsur-unsur yang sama tetap dan tidak berubah.
b. Hakikat pribadi
Yaitu unsur yang tetap yang menyebabkan segala sesuatu yang bersangkutan tetap merupakan diri pribadi. Hakikat pribadi ini memiliki sifat yang khusus artinya terikat kepada barang sesuatu tersebut.
c. Hakikat kongkrit
Yaitu sesuatu hal tertentu yang secara nyata (kongkrit) (maujud) setiap manusia tertentu dalam kenyataannya. Oleh karena itu hakikat kongkrit ini bersifat nyata sebagaimana dalam kenyataannya. Hakikat kongkrit bagi bangsa Indonesia memiliki juga hakikat pribadi Indonesia karena sebagai bangsa Indonesia memiliki sifat-sifat khusus Indonesia, serta memilki unsur-unsur yang tetap sebagai manusia yaitu tersusun atas raga, jiwa, akal, rasa, dan kehendak.
Dengan realisasi hakikat kongkrit ini maka pelaksanaan Pancasila dalam kehidupan Negara setiap hari bersifat dinamis, antisipatif, dan sesuai dengan perkembangan waktu, keadaan, serta perubahan zaman.
Dalam setiap aspek penyelenggaraan Negara harus dijabarkan dan bersumberkan pada nila-nilai Pancasila, antara lain bentuk Negara, sifat Negara, tujuan Negara, tugas, kewajiban Negara, dan warga Negara, sistem hukum Negara, moral Negara, dan segala aspek penyelenggaraan Negara. Oleh karena itu pelaksanaan dan penjabaran nila-nilai Pancasila tidak dapat bersifat fragmentaris, yaitu hanya salah satu atau beberapa bila saja melainkan harus senantiasa terkandung sila-sila lainnya.

DASAR EPISTEMOLOGIS SILA-SILA PANCASILA

Dalam kehidupan sehari-hari Pancasila merupakan pedoman atau dasar bagi bangsa Indonesia dalam memandang realitas alam semesta, manusia, masyarakat bangsa dan Negara tentang makna hidup serta sebagai dasar bagi manusia dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam hidup dan kehidupan. Oleh karena itu dasar epistemologi Pancasila tidak dapat dipisahkan dengan konsep dasarnya tentang hakikat manusia. Kalau manusia merupakan basis ontologis dari Pancasila, maka dengan demikian mempunyai implikasi terhadap bangunan epistemologi yaitu bangunan epistemologi yang bertempat dalam bangunan filsafat manusia.
Manusia pada hakikatnya kedudukan kodratnya adalah sebagai makhluk Tuhan YME maka sesuai dengan sila pertama Pancasila epistemologi Pancasila juga mengakui kebenaran wahyu yang bersifat mutlak sebagai tingkatan kebenaran yang tertinggi. Sebagai suatu paham epistemologi maka Pancasila mendasarkan pada pandangannya bahwa ilmu pengetahuan pada hakikatnya tidak bebas nilai karena harus diletakan pada kerangka moralitas kodrat manusia serta moralitas religius dalam upaya untuk mendapatkan suatu tingkatan pengetahuan yang mutlak dalam hidup manusia.
Demikian pula dalam pelaksanaan nilai berkaitan dengan nilai sila petama, maka pernyataannya ’semua orang berketuhanan’ (abstrak umum universal), kemudian bagi bangsa Indonesia ‘Semua orang Indonesia berketuhanan YME’(umum kolektif). Dalam pelaksanaan praktis ini dengan sendirinya terdapat suatu kemungkinan bentuk operasionalnya dapat berbeda diantara masalah satu dengan yang lainnya antara tempat satu dengan kelompok yang lainnya. Justru dalam realisasi praktis yang demikian inilah nampak ciri yang dinamis. Contoh kongkrit pelaksanaan isi, arti pancasila yang abstrak umum universal dalam praktek penyelenggaraan isi arti pancasila dalam kedudukannya sebagai dasar Negara republik Indonesia.
Berdasarkan bentuk dan sifat Negara yang monodualis maka nasionalisme Indonesia bukanlah nasionalisme yang sempit, bukan nasionalisme yang chauvistis, akan tetapi nasionalisme yang berperi kemanusiaan yang menginginkan kekeluargaan di antara bangsa-bangsa lain. Demikian prinsip kemanusiaan Indonesia bukanlah bersifat kosmopoliysme melainkan juga berkebangsaan Indonesia.
Indonesia memang bukan Negara yang berdasarkan atas Negara tertentu, namun dalam pelaksanaan tertib hukumnya pada hakikatnya mengakui adanya hukum Tuhan, hukum etis, hukum kodrat, sebagaimana terkandung dalam pembukaan UUD 1945 dan merupakan sumber bahan dan sumber nilai bagi hukum positif Indonesia, disamping sumber lain yang berupa aspirasi masyarakat serta realitas perkembangan zaman. Dalam hal ini Negara merupakan pelaksana yang aktif dalam pelaksanaan dan realisasi hukum positif Indonesia dengan mengambil bahan dan nilai dari hukum Tuhan , hukum kodrat. Dan hukum etis sesuai dengan situasi kondisi serta kebijaksanaan .
Beberapa contoh kongkrit pelaksanaan isi arti Pancasila yang khusus singular dalam pelaksanaan dan penyelengagaraan Negara adalah sebagai berikut:
• Bidang social-politik, misalnya:
 Dengan adanya partai-partai yang berbeda namun memiliki asas yang sama yaitu asas pancasila.
 Undang-undang yang mengatur tentang partai politik serta pemilu organisasi social kemasyarakatan, senantiasa menunjukan adanya keanekaragaman, kedinamisan dalam rangka perwuju dan dasar filsafat Negara pancasila dalam suatu kehidupan konkrit baik dalam bidang kemasyarakatan maupun politik kenegaraan.
• Bidang kebudayaan, misalnya:
 Pemerintah mengembangkan kebudayaan nasional, namun kebudayaan daerah harus tetap dijaga dan dilestarikan
 Tidak menutup kemungkinan masuknya kebudayaan asing namun tetap berpedoman pada budaya pancasila sebagai kepribadian bangsa dasar filsafat Negara indonesia
• Bidang kehidupan umat beragama, misalnya:
 Setiap pemeluk agama beribadah dan menggunakan ajaran-ajaran agama sesuai dengan ajaran agama masing-masing.
 Diwujudkan undang-undang perkawinan ajaran agama masing-masing dan sebagainya.

DASAR AKSIOLOGIS SILA-SILA PANCASILA

Sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki satu kesatuan dasar aksiologisnya, sehingga nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila pada hakikatnya pula merupakan suatu kesatuan.pada hakikatnya segala sesuatu itu bernilai hanya nilai macam apa saja yang ada serta bagaimana hubungan nilai tersebut dengan manusia. Banyak pandangan tentang nilai terutama dalam menggolong-golongkan nilai dan penggolongan tersebut amat beranekaragam tergantung sudut pandang masing-masing,
Nilai atau “value”(bahasa Inggris) termasuk pengertian filsafat. Persoalan-parsoalan nilai dibahas dan dipelajari pada salah satu cabang filsafat yaitu filsafat nilai. Maka filsafat juga sering diartikan sebagai ilmu tentang nilai-nilai. Dalam dictionary of sociologi and related sciences dikemukakan bahwa nilai adalah suatu kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia.
Hierarki nilai
Kalangan materialis memandang nilai teriringgi adalah nilai material kalangan hedonis berpandangan bahwa nilai yang tertinggi adalah kenikmatan. Max Scheler mengemukakan bahwa nilai-nilai yang ada tidak sama luhurnya dan sama tingginya.
Menurut tinggi rendahnya nilai-nilai dapat dikelompokkan dalam empat tingkatan sebagai berikut:
1. Nilai-nilai kenikmatan
2. Nilai-nilai kehidupan
3. Nilai-nilai kejiwaan
4. Nilai-nilai kerokhanian

Walter G.Eferet menggolongkan nilai-nilai manusiawi kedalam delapan kelompok yaitu:
1. Nilai ekonomis
2. Nilai-nilai kejasmanian
3. Nilai-nilai hiburan
4. Nilai-nilai sosial
5. Nilai-nilai watak
6. Nilai-nilai estesis
7. Nilai-nilai intelektual
8. Nilai-nilai keagaman

Notonegoro membagi nilai menjadi tiga yaitu:
1. Nilai material
2. Nilai vital
3. Nilai kerokhanian

Apa dan Bagaimanakah Kepemimpinan Pancasila itu?

Apa dan Bagaimanakah Kepemimpinan Pancasila itu?


Pendahuluan
Salah satu masalah yang sangat populer dewasa ini adalah masalah manajemen. Pentingnya manajemen merupakan salah satu alat dalam kehidupan suatu organisasi, baik organisasi pemerintah, swasta. orpol maupun ormas; terutama dalam bidang kehidupan manusia selalu mendapat perhatian dari masyarakat. Dalam hal ini inti manajemen adalah kepemimpinan/leadership yang selalu dititikberatkan kepada pimpinan. Pimpinanlah yang merupakan motor penggerak dari sesuatu usaha atau kegiatan. Pimpinan tersebut melaksanakan fungsi-fungsi manajemen. Juga dalam pengambilan keputusan, dan kebijakan yang dapat mempermudah pencapaian tujuan dari organisasi itu secara efektif dan efisien.
Para pimpinan di Indonesia, khususnya organisasi yang mem¬pengaruhi situasi kegiatan sosial ekonomi, sangatlah memegang peranan yang penting. Sebagian besar proses pencapaian tujuan organisasi akan ditentukan oleh kemampuan pimpinan yang memegang peranan penting dalam menggerakkan orang-orang pada suatu tujuan tertentu.
Bagi suatu organisasi yang ingin memperoleh kemajuan dalam bidang usahanya, maka kepemimpinan yang baik mutlak dibutuhkan bagi organisasi itu terutama keahlian dalam bidang tersebut, agar:
1. Menghindarkan keputusan-keputusan yang bersifat untung¬untungan/spekulatif, sehingga dapat diputuskan lebih terarah.
2. Mengindarkan pengambilan keputusan yang tergesa-gesa.
3. Menggunakan tenaga kerja dan alat produksi yang dimiliki organisasi secara efektif dan efisien.
Karena tenaga manusia merupakan salah satu alat produksi yang paling penting bagi suatu organisasi serta mempengaruhi keberhasilan dari organisasi tersebut, hendaknya penggunaan tenaga kerja tersebut sebaik-baiknya, di samping memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Begitu pula dalam suatu organisasi dalam mencapai tujuannya, maka seorang pemimpin harus dapat mengelola dan mengarahkan elemen-elemen yang ada secara baik dan teratur. Seorang pemimpin harus dapat menciptakan suatu kerjasama yang harmonis di antara pimpinan dan bawahan. Untuk itulah dibutuhkan penerapan manajemen yang baik pula.
Apabila hal-hal tersebut di atas dapat dilaksanakan dengan baik, maka dalam suatu organisasi akan terwujudkan adanya:
1. Para anggota organisasi akan menunjukkan semangat dan disiplin yang baik.
2. Pelayanan terhadap masyarakat dan organisasi khususnya akan terwujud secara efektif dan efisien dan sebagai akibat selanjutnya tingkat produktivitas akan meningkat pula.
Dari uraian tersebut di atas, dapat penulis simpulkan bahwa:
1. Kepemimpinan merupakan faktor yang sangat penting dalam pelaksanaan jalannya roda organisasi karena tanpa adanya faktor kepemimpinan yang berfungsi sebagai penggerak dalam pelaksanaan segala kegiatan, maka pelaksanaan organisasi tidak akan berhasil.
2. Di dalam kepemimpinan penting sekali adanya kerjasama, karena kerjasama dapat dikatakan sebagai kunci untuk suksesnya seorang pemimpin dalam melaksanakan tugasnya.
Hal inilah yang menarik penulis untuk mengupas sedikit tentang kepemimpinan ini dikaitkan dengan kepemimpinan nasional, yaitu kepemimpinan Pancasila.


     



Peran Pemimpin Dalam Proses Perubahan

oleh : Sylvia Soetomo


Pengantar
Proses kepemimpinan yang kini perlu dilakukan sudah berbeda dengan peran kepemimpinan dimasa sebelumnya. Perubahan ini dibutuhkan untuk bisa menyesuaikan diri dan beradaptasi dengan dinamika lingkungan usaha yang selalu bergejolak. Perusahaan atau organisasi harus mampu memberikan respons yang cepat dan tanggap terhadap semua perubahan tersebut tanpa kehilangan arah dan kemantapan usaha.
Strategi yang diambil oleh organisasi biasanya diarahkan oleh pura pemimpin yang enerjik, yang menuntut ketrampilan, keahlian cian kemampuan sesuai situasi. Beberapa kajian mengungkapkan, bahwa saat ini proses kepemimpinan diharapkan lebih manusiawi dan organik. De Pree (1996) mengatakan bahwa seorang pemimpin secara fundamental memerlukan pengertian yang utuh tentang diversitas kemampuan, bakat dan ketrampilan manusia. Hartanto (1993) bahkan merinci lebih jauh, organisasi akan lebih membutuhkan pemimpin dari manusia-manusia yang mampu mendorong pengikutnya melakukan transformasi perilaku yang diperlukan agar lebih sesuai dengan tuntutan, serta mampu menjadi pemimpin dari perubahan, yang berarti mampu mengarahkan perubahan, membangkitkan aspirasi pengikutnya untuk mau bekerja dan belajar bersama mewujudkan cita-cita perusahaan sesuai tuntutan perubahan.


      



Sistem "Kerja Sama Operasi" (KSO) Dunia Pendidikan Tinggi

oleh: Jonathan Sarwono


Pengantar
Menghadapi era globalisasi dan era perdagangan bebas, dunia pendidikan harus mempersiapkan diri sebaik-baiknya. Kompetisi mutu akan semakin ketat. Hanya sekolah-sekolah yang bermutu dan dikeraal, serta dipercaya oleh masyarakat baik peminat atau pengguna lulusan yang akan "survive".
Dunia pendidikan daiam hal ini tidak dapat hanya bersifat dan berorientasi regional saja, tetapi harus 'national-oriented'. Orientasi nasional ini tentunya bukan tujuan akhir, tetapi hanya merupakan jembatan untuk mencapai tingkat yang harus dicapai dalam era globalisasi, yaitu "Internasional-oriented" yang merupakan "conditioa sine qua non" dunia pendidikan kita yang harus mampu bersaing dengan pendidikan di negara-negara maju lainnya. Hanya dengan nnenjadikan sekolah/universitas berkualitas internasional, kita dapat menciptakan lulusan-lulusan bermutu yang selama ini selalu dikaitkan dengan sistem pendidikan di dunia barat. Akibatnya banyak orang kaya di Indonesia berlomba-lomba rnenyekolahkan anaknya ke luar negeri.
Di era mendatang batas negara satu dengan yang lain menjadi sempit bahkan dapat hilang. Penetrasi pengaruh asing sangat kuat, sehingga kita akan mudah terpengaruh oleh hal-hal dari luar.
Di era perdagangan bebas, bukan barang mustahil akan banyak institusi pendidikan asing yang masuk di Indonesia baik secara tidak langsung berupa penawaran-penawaran studi di negara mereka, atau penawaran-penawaran secara langsung dalam bentuk kerjasama dengan institusi pendidikan di Indonesia. Tenaga kerja asing yang berkecimpung dalam akan banyak beroperasi di Indonesia. Dan ini berakibat tersingkirnya institusi-institusi lokal yang tidak dapat mengikuti derasnya arus persaingan. Kelak akan banyak orang Indonesia hanya mau belajar di sekolah/universitas yang banyak memperkerjakan `tenaga asing' dari negara-negara maju.


      

PANCASILA

PANCASILA SEBAGAI
FILSAFAT DASAR DAN IDEOLOGI
NEGARA KEBANGSAAN DAN NEGARA KESEJAHTERAAN
REPUBLIK INDONESIA


I. PENDAHULUAN
Masih belum terwujudnya kehidupan masyarakat Negara Indonesia yang terlindungi, mempunyai tingkat kesejahteraan yang tinggi, cerdas kehidupan bangsannya, serta bermartabat dalam pergaulan dunia sehingga dapat berperan aktif ikut serta dalam melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial serta terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah karena belum dipahami dan diupayakan secara sungguh-sungguh Pancasila sebagai landasan filosofi dan ideologi dari Negara Republik Indonesia. Karena itu untuk memenuhi harapan penyelenggara Kongres Pancasila (Universitas Gadjah Mada berkerjasama dengan Mahkamah Konstitusi) penulis diminta menyoroti “Kesejahteraan Rakyat dalam Perspektif Pancasila”, penulis memberanikan diri untuk mengubah pokok bahasan menjadi “Pancasila Sebagai Filsafat Dasar dan Ideologi Negara Kebangsaan dan Negara Kesejahteraan Indonesia”.
Penulis sengaja memilih pokok bahasan ini karena penulis mengamati bahwa walaupun para elit tidak ada yang menentang tetap berlakunya UUD 1945, dalam Pembukaan UUD 1945 dan pasal-pasalnya secara tersirat dan tersurat menganut ideologi Negara Kesejahteraan, tetapi praktek penyelenggaraan Negara sama sekali mengabaikan ideologi tersebut. Karena itu Prof. Kunto Wibisono (dalam diskusi Dewan Riset Nasional tanggal 23 Mei 2001) menyatakan bahwa selama ini Pancasila hanya dijadikan “sebagai serangkaian terminologi dan phraselogi yang bobot dan tekanannya lebih diarahkan sebagai media politik”.
Penyelenggaraan pendidikan nasional yang tidak dibiayai sepenuhnya adalah wujud pengingkaran dari kaidah Negara Kesejahteraan yang dianut UUD 1945.
Berangkat dari pertimbangan tersebut tulisan ini akan secara berturut–turut mengulas dan menganalisis :
(1) Pancasila 1 Juni sebagai Filsafat Dasar Negara Bangsa dan Negara Kesejahteraan;
(2) Pembukaan UUD 1945 Sebagai Ideologi Negara Kebangsaan dan Negara Kesejahteraan; dan
(3) Penyelenggaraan Satu Sistem Pendidikan Nasional Sebagai Tanggung Jawab Pemerintah untuk Mencerdaskan Kehidupan Bangsa.

II. PANCASILA 1 JUNI SEBAGAI FILSAFAT DASAR NEGARA KEBANGSAAN DAN KESEJAHTERAAN
Penulis secara eksplisit menyatakan Pancasila 1 Juni, karena berdasarkan pidato Bung Karno 1 Juni, yang terkenal dengan Lahirnya Pancasila terdapat uraian yang pada hakekatnya menggambarkan wujud Negara Indonesia yang akan dibangun di seberang jembatan emas. Karena itu bagian pertama dari tulisan ini akan memuat pemahaman penulis tentang Pancasila sebagai Filsafat Dasar Negara seperti yang diuraikan oleh Bung Karno tanggal 1 Juni 1945.
Dari Pidato Lahirnya Pancasila, struktur wujud bangunan negara Indonesia merdeka yang diajarkan Bung Karno pada hakekatnya bercirikan lima karakteristik sebagai berikut:
Pertama, Negara Indonesia yang merdeka adalah negara kebangsaan (Nation State) – suatu negara yang mengatasi batas-batas ras dan agama yang melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia. Wujud negara kebangsaan yang digariskan oleh Bung Karno memang pernah ada pada jaman Sriwijaya dan Majapahit, tetapi wujud negara kebangsaan modern yang dicita-citakan Bung Karno belum pernah ada sebelum Indonesia merdeka. Negara kebangsaan modern yang dicita-citakan Bung Karno adalah negara yang didukung oleh seluruh rakyat yang memiliki pengalaman kolektif sejarah yang sama dan yang berada dalam satuan gugusan wilayah yang secara geopolitik sangat strategis akan berdampak pada terancamnya integrasi nasional, baik secara sosial, politik dan teritorial. Apa yang kita hadapi pada saat ini, tidak lain karena banyak pemimpin melupakan hakekat negara Republik Indonesia sebagai negara kebangsaan yang masih perlu diwujudkan dan dipertahankan sebagai cita-cita, serta dibangun dan dikembangkan untuk menjadi negara kebangsaan modern yang kokoh, stabil, cerdas, dan bermartabat. Untuk itulah perlu dipertahankan bentuk negara kesatuan, dan perlu dilaksanakan dan diselenggarakannya satu sistem pendidikan nasional dan terus dimajukannya kebudayaan nasional.
Kedua, Negara kebangsaan yang dicita-citakan Bung Karno adalah negara kebangsaan yang demokratis. Tetapi demokrasi yang dibangun bukanlah demokrasi gaya Yunani Kuno, melainkan demokrasi perwakilan yang mengutamakan permusvawaratan perwakilan untuk mencari konsensus. Bukan demokrasi liberal yang berdasarkan filosofi free-fight liberalism yang semangatnya adalah untuk mengalahkan lawan politik dan merebut kekuasaan, bukan semangat menemukan konsensus nasional untuk keutuhan bangsa, dan sebesar-besar untuk kemakmuran rakyat. Dalam Pidato Lahirnya Pancasila Bung Karno menyatakan:
”Oleh karena itu, saya minta kepada saudara-saudara sekalian, baik yang bukan Islam, maupun terutama yang Islam, setujuilah prinsip nomor tiga ini, yaitu prinsip permusyawaratan perwakilan. Dalam perwakilan nanti ada perjuangan sehebat-hebatnya. Tidak ada satu saat yang hidup betul-betul hidup jikalau di dalam badan perwakilannya tidak seakan-akan bergolak mendidih kawah candradimuka, kalau tidak ada perjuangan paham di dalamnya."

Bahwa telah jelas Bung Karno mencita-citakan negara kebangsaan yang demokratis. Tetapi, demokrasi yang diusulkan adalah demokrasi perwakilan. Bahkan beliau memandang bahwa sebagai pengejawantahan adanya demokrasi dalam badan perwakilan itu akan selalu terjadi perjuangan yang hebat, tetapi perjuangan itu untuk mencapai yang terbaik untuk kepentingan rakyat seluruhnya, untuk kepentingan negara dan bangsa Indonesia. Bila kita kaitkan ajaran ini dengan situasi sekarang, tampak jelas betapa perdebatan yang sengit yang terjadi di DPR adalah sesuatu yang wajar sepanjang semangatnya bukan semata-mata untuk mengalahkan dan mengambil alih kekuasaan demi kepentingan golongan. Dan karena kita menganut demokrasi perwakilan seyogyanya rakyat pemilih mempercayakan sepenuhnya kepada para wakil rakyat yang telah terpilih untuk memperjuangkan cita-cita rakyat secara bijaksana, dan tidak perlu memberi tekanan terlalu berat sehingga hasil yang dicapai bukan demi hikmah kebijaksanaan melainkan hanya memenuhi tekanan yang mengancam yang menakutkan, yang belum tentu memiliki arti strategis jangka panjang bagi kepentingan nasional.
Ketiga, Negara kebangsaan yang demokratis yang dicita-citakan Bung Karno juga bukan negara yang menganut free-fight liberalism dalam sistem ekonominya, melainkan negara kebangsaan yang demokratis dan bercita-cita terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, sosio-demokrasi. Karakteristik yang ketiga ini hakekatnya adalah negara kesejahteraan seperti yang dijanjikan dalam kalimat akhir Pembukaan UUD1945, yaitu mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dan Pasal-pasal 27, 31, 33 dan 34 UUD 1945, nampaknya selama ini tidak sepenuhnya dijadikan landasan untuk membangun satu sistem ekonomi nasional. Patut disadari bahwa sikap anti kapitalisme yang dianut kaum sosialis yang berakar kepada pengalaman praktek kapitalisme abad ke-18 dan 19 merupakan induk imperialisme yang tidak serta merta dapat dipertahankan. Perkembangan kapitalisme global yang sepenuhnya telah menguasai kehidupan dan tata hubungan ekonomi dan politik dunia tidak dapat dilawan dengan sikap anti kapitalisme gaya kaum sosialis dan komunis pada era Pra-Perang Dunia II, melainkan perlu dihadapi dengan mengembangkan sistem ekonomi nasional yang benar-benar kokoh dan solid yang dapat mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Untuk itu, dikembangkannya satu sistem ekonomi nasional sebagai jalan ketiga yaitu dengan memajukan semua kegiatan ekonomi, baik ekonomi dengan kapital besar, menengah dan kecil, industri besar dengan teknologi mutakhir dan industri kecil serta industri rumah tangga, secara sinergis saling bergantung satu sama !ain. Bukan suatu kondisi ekonomi majemuk, yaitu suatu keadaan dimana kaum kapital besar dan industri besar, menengah, kecil dan kerakyatan masing-masing tidak saling bergantung, sehingga yang menjadi korban adalah kegiatan ekonomi rakyat yang selalu menjadi konsumen ekonomi kapital besar tetapi produksinya tidak menyentuh dan tidak tersalur ke dimensi ekonomi berkapital besar. Tanpa menata suatu sistem ekonomi yang demikian sukar diharapkan cita-cita Bung Karno untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia akan dapat tercapai.
Keempat, Sejak dini, bahkan sebelum menyajikan Pidato lahirnya Pancasila, Bung Karno telah berulangkali mengemukakan pentingnya hubungan internasional yang berdasarkan kemerdekaan, keadilan sosial dan perdamaian abadi. Pandangan ini dipertegas dalam Pidato Lahirnya Pancasila dengan menyatakan "Nasionalisme tidak dapat hidup subur kalau tidak hidup dalam taman sarinya internasionalisme", karena karakter keempat dari wujud negara Indonesia merdeka yang dicita-citakan Bung Karno adalah negara yang mencintai perdamaian, yang ikut serta dalam membangun ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, keadilan sosial, dan perdamaian abadi. Bukan suatu tatanan dunia yang aturannva didikte negara-negara maju, seperti yang kita alami sekarang ini.

Kelima, Bung Karno sadar bahwa keberhasilan kita membangun negara kebangsaan yang demokratis, yang menjamin keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dan mampu secara aktif ikut serta menciptakan ketertiban dunia akan ditentukan oleh ridho Tuhan Yang Maha Esa. Karena itu, ciri khas kelima dari negara kebangsaan Indonesia yang modern adalah bahwa negara Indonesia adaiah negara yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Tentang wujud dari negara yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, Bung Karno menyatakan:
"Bukan saja bangsa Indonesia ber-Tuhan tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknya ber-Tuhan, Tuhannya sendiri, yang Kristen menyembah Tuhan menurut petunjuk Isa Almasih, yang Islam ber-Tuhan menurut petunjuk Nabi Muhammad SAW, orang Budha menjalankan ibadatnya menurut kitab-kitab yang ada padanya. Tetapi marilah kita ber-Tuhan, hendaknya negara Indonesia ialah negara yang tiap-tiap orangnya dapat menyembah Tuhan-Nya dengan cara leluasa. Segenap rakyat hendaknya ber-Tuhan secara berbudaya, yakni yang tidak ada egoisme agama".

Selanjutnya, Bung Karno secara lebih tersurat menyatakan:
"Marilah kita amalkan, jalankan agama baik Islam maupun Kristen, dengan cara yang berkeadaban. Apakah cara yang berkeadaban itu? Ialah hormat-menghormati satu sama lain. Nabi Muhammad SAW telah memberikan bukti yang cukup tentang verdraagzaamheid, tentang menghormati agama-agama lain. Nabi Isa pun telah menunjukkan verdraagzaamheid itu. Marilah kita di dalam Indonesia merdeka yang kita susun ini, sesuai dengan itu, menyatakan : bahwa prinsip kelima dari negara kita ialah Ketuhanan yang berkebudayaan, Ketuhanan yang berbudi pekerti luhur, Ketuhanan yang menghormati satu sama lain".

Saya berpandangan bahwa Pancasila yang tertuang dalam Pidato Lahirnya Pancasila bukan hanya rumusan dasar negara, melainkan sekaligus menggambarkan kerangka dari wujud karakteristik dari kerangka bangunan negara Indonesia yang merdeka dan berdaulat.
Dewasa ini nampaknya ajaran yang telah dituangkan dalam Pembukaan UUD 1945 ini kurang dipahami bahkan sering hanya dijadikan bumbu retorika politik tanpa benar-benar didalami untuk dapat menterjemahkannya dalam hukum dasar, dan berbagai ketentuan penyelenggaraan negara bangsa di segala bidang kehidupan kenegaraan bangsa Indonesia. Hal ini benar-benar saya rasakan dalam Panitia Ad Hoc I Badan Pekerja MPR Rl yang membahas Amandemen UUD 1945.
Kerangka bangunan negara Indonesia merdeka yang dicita-citakan Bung Karno, menururt pandangan saya, hakekatnya adalah negara kebangsaan modern yang demokratis, yang mengutamakan kesejahteraan rakyat dan berkeadilan sosial, yang menjunjung tinggi HAM dan perdamaian dunia serta yang Ber-Ketuhanan Yang Maha Esa. Kerangka dasar bangunan negara ini pada tahun 1945 hanya lah merupakan cita-cita yang harus diisi dengan kelembagaan dan infrastruktur serta manusia nya. Untuk itu perlu ditempuh suatu perubahan radikal (revolusioner) dalam diri manusia dan masyarakat Indonesia, dari masyarakat yang ber-Bhinneka Ketunggal Ika-an, dan masyarakat tradisional dan feodal menuju masyarakat yang modern dan demokratis. Untuk itu Bung Karno secara sadar mengajarkan kepada kita bahwa kita menghadapi "a summing-up of many revolutions in one generation." Ini bermakna bahwa perubahan dan pembaharuan yang perlu kita lakukan meliputi hampir semua dimensi kehidupan masyarakat negara bangsa, sosial, budaya, ekonomi, politik dan iptek. Dalam kaitan inilah kita memandang berbagai kelembagaan politik, sosial, budaya, ekonomi dan manusianya perlu secara sinergik dan sistemik di tata dan dikembangkan untuk mengisi kerangka bangunan negara Indonesia merdeka yang di rancang oleh Bung Karno seperti digariskan dalam Pidato 1 Juni 1945 yang hari ini kita peringati.
Kalau kita amati perjalanan Indonesia sejak proklamasi sampai sekarang kita menyaksikan di bidang politik betapa kita telah mencoba-coba menganut sistem dan struktur politik yang tidak sepenuhnya sesuai dengan kerangka bangunan negara-bangsa yang dicita-citakan Bung Karno. Sejak November 1945 sampai dengan 5 Juli 1959 kita menganut sistem multi partai dan sistem parlementer yang hakekatnya menjiplak sistem politik negeri Belanda. Dalam bahasaVerba-nya (Civic culture), suatu sistem politik yang tidak "congruent" dengan budaya politik masyarakat. Sejak 5 Juli 1959 sampai 1966, kita menganut sistem demokrasi terpimpin, dan dari tahun 1966 sampai tahun 1998 kita menganut sistem politik yang sangat terpimpin dengan pembatasan jumlah organisasi sosial-politik. Sejak 1998 semua pemimpin berjanji untuk mempertahankan Pembukaan UUD 1945 yang pada hakekatnya merupakan intisari ajaran Bung Karno yang tertuang dalam Pidato Lahirnya Pancasila, tentang kerangka wujud negara Indonesia merdeka. Namun, kalau kita ikuti secara cermat para elit dan pemikir politik yang menguasai media massa dan wacana politik nampak tidak memahami hakekat ajaran yang termuat dalam Pembukaan UUD 1945. Tidak konsistennva pola pikir sementara pemimpin politik dan pakar Ilmu politik dan hukum dengan cita-cita kenegaraan yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 ini, menurut hemat saya, merupakan akar dari kemelut politik dan sukarnya membangun sistem politik yang stabil. Untuk itu, adalah tanggung jawab kita semua, terutama yang bertanggung jawab bagi terselenggaranya pendidikan nasional untuk secara sistematis merancang dan menyelenggarakan pendidikan nasional sebagai wahana proses transformasi budaya menuju berkembangnya budaya poiitik yang berakar kepada cita-cita negara Pancasila yang digariskan dalam Pembukaan UUD 1945.
Dari uraian ini jelaslah kiranya bahwa Pancasila adalah suatu pandangan filsafat negara yang modern. Dasar dalam pandangan penulis bahwa Filsafat Pancasila yang tertuang dalam Pidato 1 Juni selanjutnya oleh para pendiri Republik dikristalisasikan menjadi isi dari Deklarasi Kemerdekaan yang selanjutnya menjadi Pembukaan UUD 1945. Dan Pembukaan UUD 1945 ini hakekatnya adalah Ideologi Negara dari Negara Kebangsaan dan Negara Kesejahteraan Indonesia. Untuk itu bagian berikut akan mengulas dan menganalisis tentang topik tersebut.

III. PEMBUKAAN UUD 1945 SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA KEBANGSAAN DAN NEGARA KESEJAHTERAAN YANG DEMOKRATIS

Sejarah Negara dan Bangsa Indonesia sejak merdeka 17 Agustus 1945 sampai hari ini dipenuhi oleh berbagai pergolakan, bahkan pemberontakan, dan konflik (baik terbuka maupun tertutup) sehingga sering mengancam keutuhan bangsa. Amanat yang ditetapkan dalam Pembukaan UUD 1945 pada hakekatnya merupakan “Deklarasi Pembukaan” dan ideologi negara untuk dicapai dan harus dilaksanakan, setelah hampir enam puluh satu tahun masih jauh dari terwujud. Salah satu faktor yang diperkirakan mempengaruhi belum mantapnya penyelenggaraan pemerintahan negara dalam melaksanakan misinya sebagaimana yang tertulis dalam Pembukaan UUD 1945, berakibat lebih lanjut dari ketertinggalan kita dari negara-negara tetangga yang kemerdekaannya diperoleh puluhan tahun setelah Indonesia. Sukarnya memperoleh konsensus nasional diantara berbagai kekuatan politik untuk berpegang teguh kepada konsensus para pendiri bangsa yang dicapai pada tanggal 18 Agustus 1945 antara lain meliputi ideologi negara kebangsaan yang berdasarkan Pancasila.
Selanjutnya untuk memahami hakekat Pembukaan UUD 1945 sebagai ideologi Negara Pancasila akan diulas dan dianalisis dalam empat misi penyelenggaraan negara. Hampir tidak ada negara di dunia yang Pembukaan UUD-nya adalah Deklarasi Kemerdekaan Indonesia yang penuh dengan nuansa dan semangat kebangsaan, seperti yang dapat dibaca yang tertulis pada alenia I, menegaskan ”kemerdekaan adalah hak segala bangsa”, alenia ketiga yang menyatakan ”supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas”; dan alenia ke empat yang menyatakan : (a) untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; (b) mencerdaskan kehidupan bangsa; dan (c) ......, disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu....”. Dengan membaca secara cermat Pembukaan UUD 1945 telah jelas bahwa para pendiri Republik berjuang bagi tegaknya Negara Kebangsaan Indonesia (Nation State of Indonesia) di bumi Nusantara. Pertanyaannya adalah ”Mengapa para perintis dan pejuang kemerdekaan yang kemudian menjadi pendiri Republik memilih wujud Negara Kebangsaan, bukan lainnya ?” Penulis berpandangan bahwa pertanyaan ini sukar dijawab tanpa mengetahui latar belakang sejarah sampai Indonesia yang pernah jaya di abad ke 8 – 11 pada periode imperium Sriwijaya yang meliputi seluruh Nusantara bahkan sampai Thailand Selatan, dan dari abad ke 13 – 15 dalam imperium Majapahit yang meliputi seluruh Nusantara bahkan sampai ke Filipina, kemudian menjadi puluhan kerajaan kecil, di Jawa saja ada tiga (Mataram, Banten, Cirebon), di Sumatera lebih banyak lagi, demikian juga Kalimantan, Sulawesi dan lainnya, yang satu per satu kemudian dikuasai pendatang yang jauh datang dari Barat (Portugis, Belanda, Inggris) dan pada akhirnya pada dekade pertama abad ke-20 sepenuhnya di bawah kekuasaan penjajah. Pengalaman sejarah ini dan diilhami oleh gerakan Negara Kebangsaan di Eropa mulai abad ke-18, para Pendiri Republik memilih Negara Kebangsaan. Kiranya perlu diketahui Negara-negara Eropa setelah runtuhnya Imperium Romawi menjadi negara kecil dan kemudian dapat dijajah Islam, Otonom Turki dan Jengis Khan. Dengan gerakan negara kebangsaan yang dipelopori King Arthur di Britania Raya, Napoleon Bonaparte Perancis, Otto Von Bismark Jerman, dan Garibaldi Italia, berbagai kerajaan-kerajaan kecil di negara-negara tersebut bersatu menjadi Britania Raya, Negara Bangsa Perancis, Negara Bangsa Jerman, Negara Bangsa Italia, dan seterusnya. Dan sejak itu mereka dapat kokoh berdiri dan berdaulat bahkan bertambah maju.
Nampaknya terilhami oleh Otto Von Bismark (Jerman), Garibaldi (Italia) dan tokoh gerakan Negara Kebangsaan di Eropa dan DR. Sun Yat Sen di Asia, para pendiri Republik dengan tujuan untuk menjadikan penghuni Nusantara bebas dari penjajahan dan bersatu untuk memasuki pertengahan abad ke-20 dan seterusnya menetapkan Indonesia yang merdeka adalah Negara Kebangsaan. Dalam kondisi itu mereka sadar bahwa kondisi masyarakat penghuni Nusantara pada tahun 1945 jauh tertinggal dari kemajuan peradaban dari yang telah melalui tahap industrialisasi dan modernisasi. Karena itu dalam menyusun deklarasi kemerdekaan bangsa, yang kemudian menjadi Pembukaan UUD 1945 pendiri Republik menetapkan empat misi dari penyelenggaraan Pemerintah Negara Republik Indonesia. Seperti yang telah dikutip dibagian latar belakang tulisan ini. Pertanyaannya adalah ”Mengapa para pendiri Republik menetapkan empat misi bagi penyelenggaraan Pemerintah Negara Republik Indonesia ini dalam membangun Negara Bangsa Indonesia ?” Tulisan ini akan mencoba menganalisis latar belakang ditetapkannya empat misi yang pelaksanaannya berdasarkan Pancasila. Penulis merasa perlu menganalisis hal ini karena setelah para pendiri Republik meninggalkan gelanggang penyelenggaraan Pemerintahan, empat misi tersebut yang secara tetulis tetap dipertahankan dan sering menjadi materi retorika tetapi nampaknya tidak dijadikan rujukan utama dalam praktik politik dan penyelenggaraan negara, padahal misi dan landasannya yaitu Pancasila yang pada hakekatnya adalah upaya mewujudkan jati diri bangsa. Nampaknya para elit politik tidak begitu peduli untuk mencermati ini karena dalam UUD kita tidak ada satu kalimat pun yang secara eksplisit menyatakan ”sanksi” bila suatu pemerintahan mengabaikan atau melanggar ketentuan yang tertulis dari Pembukaan UUD 1945 bahkan yang tertulis dalam pasal-pasal UUD 1945. Berbeda dengan Amerika Serikat yang secara tegas menyatakan bahwa bila status Pemerintahan menghalangi terwujudnya tugas itu maka rakyat berhak untuk menggantinya, yang dalam kalimat aslinya tertulis :
”...That, to secure these rights, the Government are instituted among men, deriving their just powers from the consent of the governed; that whenever any form of government destructive of these ends. It is the right of the people to alter or to abolish it, and to institute a new government”
Karena tegasnya kalimat dalam Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat, Pemerintah Amerika Serikat tidak ada yang berani mengabaikan ketentuan yang tertulis dalam UUD-nya, kalau perlu dengan kekuatan senjata (misal Perang Saudara 1862 – 1865). Bagaimana dengan Indonesia ? Walaupun jelas-jelas mengabaikan dan tidak melaksanakan ketentuan yang tertulis dalam UUD 1945 tetapi tidak ada konsekuensi apapun. Dan tidak ada kekuatan politik yang mengingatkan.
Selanjutnya marilah kita mencoba menganalisis satu persatu misi penyelenggaraan Pemerintah Negara Republik Indonesia yang dalam pandangan penulis adalah Ideologi Negara, yang tetulis dalam Pembukaan UUD 1945.
1. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
Misi ini hakekatnya berangkat dari konsepsi geopolitik yang dijadikan landasan bagi Bung Karno dari pidato 1 Juni 1945 untuk mengusulkan didirikannya Negara Kebangsaan. Penulis baru sadar akan makna geopolitik bagi Indonesia yang Negara Kepulauan setelah membandingkan dengan dengan Amerika Serikat dan China.
Pada tahun 1803 Presiden Thomas Jefferson hampir jatuh, karena krisis ekonomi Amerika Serikat akibat membeli Lousiana dari Napoleon Bonaparte. Tetapi setelah di depan Kongres, Thomas Jefferson menyatakan bahwa masa depan keamanan Amerika Serikat dan generasi yang akan datang akan tergantung kepada siapa yang menguasai Lousiana, akhirnya Kongres menerimanya dan Thomas Jefferson terpilih kembali menjadi Presiden Amerika Serikat untuk kedua kalinya. Selanjutnya pada tahun 1870 Amerika Serikat membeli Alaska dan pada akhir abad ke-19 Amerika Serikat menguasai Hawaii. Semua itu merupakan strategi geopolitik untuk keamanan dan keutuhan Amerika Serikat. Demikian juga dengan China yang berusaha keras untuk menguasai dan mau mempertahankan Tibet sebagai bagian dari China yang berbatasan dengan India, memasukkan kembali Hongkong dan Makau ke dalam wilayah China dan terus berupaya untuk memasukkan kembali Taiwan. Demikian juga dengan Inggris dengan Irlandia Utaranya. Semua itu dasarnya adalah pertimbangan geopolitik.
Mempelajari bagaimana negara-negara kebangsaan dengan strategi geopolitiknya, penulis dapat memahami upaya Presiden Sukarno memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah Republik Indonesia dengan TRIKORA-nya dan kecewa dengan kegagalan Dwikora dan lepasnya Kalimantan Utara menjadi bagian dari Malaysia (padahal dalam sejarah tidak pernah ada Kalimantan Utara merupakan satu kesatuan dengan Semenanjung Malaya, bahkan sebaliknya pada jaman Iskandar Muda, Johor adalah bagian dari Aceh). Dan penulis pun memahami mengapa Presiden Suharto memasukkan Timor Timur ke dalam wilayah Republik Indonesia. Kedua Presiden Republik Indonesia tersebut berangkat dari strategi geopolitik demi keamanan dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berupaya agar kepulauan Nusantara secara utuh merupakan satu wilayah kedaulatan NKRI. Disayangkan bahwa pemahaman tentang upaya mewujudkan jati diri bangsa yang bersumber pada amanat Pembukaan UUD 1945 sebagai ideologi negara diabaikan. Lepasnya Timor Timur, lepasnya Sipadan dan Ligitan dan diterornya Ambalat tanpa ada balasan yang setimpal pada hakekatnya merupakan pengingkaran terhadap misi pertama penyelenggaraan Pemerintah Negara Republik Indonesia, yaitu “Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia”.
Atas dasar itu, perlu memperkuat Angkatan Bersenjata dan segala potensi pertahanan nasional yang mampu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia adalah kepentingan seluruh bangsa. Karena itu sangat disayangkan bahwa dana untuk menunjang itu sangat terbatas. Sehingga pada saat ini pada saat Malaysia telah menjadi Negara Ketiga yang terkuat Angkatan Udaranya di Asia padahal pada tahun 1960-an Angkatan Bersenjata Indonesia adalah yang terkuat Angkatan Bersenjata di Asia Tenggara. Pada saat ini, Angkatan bersenjata RI tidak diberi dukungan untuk menjadi ABRI yang terkuat, paling tidak di Asia Tenggara, atau seharusnya hanya dibawah China.
2. Memajukan kesejahteraan umum
Para pendiri Republik sadar bahwa saat Indonesia memproklamasikan kemerdekaan, kehidupan sebagian besar rakyat Indonesia dalam segala hal sangatlah memprihatinkan. Selama penjajahan mayoritas rakyat Indonesia ádalah kuli dari berbagai perusahaan asing dan perusahaan milik kaum penjajah. Karena itu UUD 1945 pasal 33 dan pasal 34 secara khusus dirancang agar pembangunan ekonomi nasional ditujukan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, atau dalam kata-kata pada Pembukaan UUD 1945 tertulis “terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Bila cita-cita ini tidak terwujud, rakyat akan bertanya untuk apa kita merdeka atau muncul pertanyaan apa makna hidup sebagai satu bangsa. Untuk mencapai tujuan ini diperlukan bangsa yang terdidik yang menguasai IPTEK. Karena itu para pendiri Republik sadar bahwa hanya bangsa yang cerdas kehidupannya yang akan dapat meningkatkan taraf hidup rakyatnya. Untuk itu misi ketiga dari penyelenggaraan negara adalah;
3. Mencerdaskan kehidupan bangsa
Sering orang memaknai amanat “mencerdaskan kehidupan bangsa” sama dengan memperluas kesempatan memperoleh pendidikan apapun mutu pendidikannya. Karena itu kesempatan memperoleh pendidikan diperluas. Tetapi kenyataannya walaupun kesempatan memperoleh pendidikan pada tingkatan SD sudah berada diatas 96 % dan SMP hampir 70 %, serta Perguruan Tinggi diatas 10 %, tetapi kehidupan bangsa yang cerdas belum atau masih jauh dari dari terwujud. Hal ini disebabkan karena lembaga pendidikan kita dari SD sampai Perguruan Tinggi hanyalah berupa gedung sekolah, tanpa peralatan, tanpa buku, tanpa lapangan olah raga dengan guru yang kurang terjamin kesejahteraannya. Penelitian UNESCO pada tahun 1996 menemukan bahwa mutu pendidikan semacam ini, yang pada umumnya terdapat di negara berkembang bukan hanya tidak bermakna bagi pencerdasan kehidupan bangsa tetapi sebaliknya akan melahirkan masalah baru bagi bangsa tersebut.
Penulis berpandangan bahwa tanpa memahami latar belakang sejarah Indonesia dan perkembangan sejarah peradaban dari yang sejak “Renaisance” melalui industrialisasi terus melaju menjadi peradaban moderen, kita akan sukar memahami pesan yang terkandung dalam kalimat “mencerdaskan kehidupan bangsa”. Pada saat dunia Barat sejak abad ke-17 melalui Renaisance dan industrialisasi mendorong lahirnya negara-negara kebangsaan, dan pada pertengahan abad ke-20 setelah melalui dua perang dunia peradaban dunia didominasi oleh nilai-nilai budaya Barat baik politik, ekonomi, dan IPTEK, yang kemudian menjadi nilai-nilai peradaban moderen, Indonesia sebaliknya sejak abad ke-17 mulai secara bertahap berada dibawah kekuasaan penjajah dan mulai permulaan abad ke-20 sepenuhnya dibawah kekuasaan penjajah. Secara cultural penghuni Nusantara tetap berada dalam kehidupan tradicional dan tidak tersentuh oleh peradaban moderen yang rasional, demokratik, dan berorientasi IPTEK. Dalam perspektif ini pada tahun 1945 Indonesia tertinggal sekitar 400 tahun. Karena itu makna mencerdaskan kehidupan bangsa pada hakekatnya adalah gerakan mentransformasi budaya Indonesia dari tradisional dan feodalistik menjadi budaya moderen, rasional, demokratis, dan berorientasi IPTEK. Semangat “Ada Hari Ada Nasi”, “Kalau takut dilembur pasang jangan berumah ditepi pantai” dan “Ana Bapang den Simpangi (kalau ada hambatan/masalah dihindari)”, harus berubah menjadi “Rawe-rawe rantas, malang-malang putung” atau dalam bahasa Toynbee A problem is a challenge, and a challenge is chance for progress. Mengubah sikap hidup dari tradisional, irrasional, feodalistik, dan menerima nasib, menjadi manusia yang percaya diri dalam menghadapi tantangan memerlukan proses transformasi budaya atau dalam bahasa Bung Karno our revolution is a summing up of many revolution in one generation, suatu perubahan yang meliputi berbagai dimensi kehidupan baik politik, ekonomi, sosial budaya, dan IPTEK. Dalam kaitan ini semua Negara yang kemudian menjadi Negara maju seperti Amerika Serikat, Jerman, Jepang, kemudian disusul oleh Taiwan, Korea Selatan, Malaysia, dan China adalah Negara-negara yang memulai pembangunannya dengan mendudukkan sector pendidikan sebagai prioritas utamanya. Karena itu para pendiri Republik yang adalah cendekiawan terpelajar menetapkan kewajiban Pemerintah untuk “mengusahakan dan menyelenggarakan satu system pengajaran nasional” atau sistem persekolahan, dan memajukan kebudayaan nasional Indonesia (pasal 31 dan pasal 32 UUD 1945 sebelum diamandemen). Disayangkan bahwa lebih dari enam puluh tahun setelah UUD 1945 disahkan oleh para pendiri Republik, amanat yang mewajibkan Pemerintah menyelenggarakan dan mengusahakan satu sistem pengajaran nasional dan memajukan kebudayaan nasional, terutama setelah lengsernya para pendiri Republik dari gelanggang penyelenggaraan pemerintahan Negara, diabaikan. Padahal melalui perubahan keempat UUD 1945 10 Agustus 2002, amanat tersebut dipertegas dan diperluas yaitu dengan menekankan : (1) kewajiban Pemerintah membiayai penyelenggaraan wajib belajar; (2) kewajiban Pemerintah memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 % APBN dan APBD; dan (3) kewajiban Pemerintah untuk memajukan IPTEK.
Nampaknya merupakan keyakinan para pendiri Republik bahwa hanya melalui upaya mencerdaskan kehidupan bangsa melalui terselenggaranya satu system persekolahan nasional yang relevan dan bermutu upaya memajukan kesejahteraan umum akan dapat terlaksana, dan dengan sendirinya misi pertama akan lebih mudah melaksanakannya. Bagaimana kaitannya dengan misi keempat “ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, keadilan sosial dan perdamaian abadi ?” Ulasan berikut akan mencoba menganalisisnya.
4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, keadilan sosial, dan perdamaian abadi
Sejarah dunia menunjukkan bahwa dalam pergaulan antar negara didunia hanya bangsa yang kokoh, bersatu, yang maju dan yang demokratis yang dapat secara bermartabat aktif dan diperhitungkan dalam ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, keadilan sosial, dan perdamaian abadi. Diabad ke-21 ini badan-badan dunia di berbagai bidang seperti PBB (Politik & HAM), WHO (Kesehatan), UNESCO (Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, & Kebudayaan) WTO (Perdagangan), IMF (Keuangan), Bank Dunia (Pembangunan) dan lainnya, dikuasai oleh negara bangsa yang kokoh, yang maju baik dalam bidang ekonomi, dan IPTEK. Karena itu dalam pandangan penulis tercapainya misi pertama sampai ketiga akan menentukan seberapa jauh misi keempat akan dapat dilaksanakan secara merata dan ampuh.
Dalam kondisi bangsa yang secara internal sering dilanda konflik kepentingan antar golongan yang secara ekonomi jauh dari maju dan dari segi IPTEK sangat bergantung kepada dunia luar akan sukar diperhitungkan dalam percaturan internasional bahkan sering dijadkan objek manuver politik internasional, bahkan dalam menyelesaikan masalah dalam negerinya sendiri. Karena itu sebelum ketiga misi utama terwujud sukar untuk dapat berharap bahwa Indonesia akan secara bermartabat dapat melaksanakan misi keempat. Tetapi kalau ketiga misi pertama telah terwujud yaitu kokoh dan utuhnya negara RI, tingginya tingkat kecerdasan kehidupan bangsa, dan tingginya tingkat kesejahteraan, kemakmuran rakyat Indonesia, adalah kewajiban bahkan tanggung jawab Indonesia untuk ikut dalam melaksanakan ketertuban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, keadilan sosial, dan perdamaian abadi.

Keyakinan ideologis dan keilmuwan penulis bahwa keempat misi tersebut yang merupakan wujud dari suatu Negara Bangsa Indonesia yang merdeka adalah ideologi negara yang maknanya adalah bahwa setiap Pemerintah yang dipercaya untuk menyelenggarakan pemerintahan negara wajib menjadikannya sebagai kerangka dasar pengembangan program dan ukuran keberhasilan suatu pemerintahan. Sayangnya sejak Indonesia merdeka empat misi ini tidak selalui dijadikan ukuran keberhasilan bahkan Presiden Sukarno digoyang dan akhirnya jatuh karena berusaha keras untuk melaksanakan misi pertama yaitu : melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan Dwikora-nya. Karena dalam perhitungan geopolitik Bung Karno utuhnya Nusantara adalah suatu kepentingan seluruh bangsa.
Dalam mencapai tujuan bagi terwujudnya kehidupan Negara Bangsa Indonesia beserta karakteristiknya tertulis dalam empat misi tersebut Pemerintah Negara Bangsa Indonesia dengan berlandaskan kepada nilai-nilai Pancasila.Setelah secara berturut-turut membahas Pancasila sebagai filsafat dasar Negara dan terjemahannya, yaitu Pembukaan UUD 1945 sebagai ideologi Negara, selanjutnya penulis akan menyoroti penyelenggaraan pendidikan nasional sebagai tanggung jawab Pemerintah.

IV. PENYELENGGARAAN SATU SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL SEBAGAI TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH UNTUK MENCERDASKAN KEHIDUPAN BANGSA
Dari uraian tentang Pancasila sebagai filsafat dasar Negara dan Pembukaan UUD 1945 berdasarkan ideologi Negara telah jelas paling tidak bagi penulis, bahwa Negara Republik Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 adalah Negara Kebangsaan dan Negara Kesejahteraan. Apalagi kalau kita baca secara cermat rumusan kalimat yang tertulis dalam alenia keempat Pembukaan UUD 1945, dan dibandingkan dengan isi deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat tentang tujuan pembentukan Pemerintah Negara. Untuk itu ada baiknya penulis kutipkan keduanya untuk perbandingan sebagai berikut:
“We hold these truths to be self evident, that all men are created equal; that they are endowed by their Creator with certain unalienable rights; that among these are life, liberty, and the pursuit of happiness. That, to secure these rights, governments are instituted among men, deriving their powers from the consent of the governed, that, whenever anyform of government becomes destructive of these ends, it is the right of the people to alter or to abolish it, and to institute a new government”

Dari kutipan diatas nampak bahwa Pemerintahan dalam sistem Demokrasi Amerika Serikat dibentuk untuk menjamin terlaksananya tiga hak-hak asasi manusia. Sedangkan Indonesia rumusannya adalah sebagai berikut:
“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial”.

Rumusan diatas menunjukkan Pemerintah Negara Indonesia dituntut lebih aktif dan menangani penyelenggaraan kehidupan masyarakat Negara Bangsa Indonesia. Pemerintahan semacam ini di Eropa dikenal sebagai Negara Kesejahteraan. Di Negara-negara seperti menurut Menteri Pendidikan Belanda tanggung jawab Pemerintah membiayai : pendidikan, kesehatan, pertahanan, administrasi penyelenggaraan Negara, dan infrastruktur dasar. Sektor lainnya adalah sumber pendapatan Negara. Atas dasar kebijakan dasar ini pada tahun 1996 anggaran untuk pendidikan mencapai 36 % APBN atau 7 % PDB. Dan pada tahun 2009 ini untuk penyelenggaraan Pendidikan Tinggi saja anggaran belanja untuk Pendidikan Tinggi di Negara-negara Eropa hampir 100 % biayanya ditanggung oleh Pemerintah (Swedia 1,5 % PDB, Perancis 1,1 % PDB, Belanda 1 % PDB, Jerman 1 % PDB)
Berangkat dari pemahaman Negara Kesejahteraan dan keyakinan pendiri Republik akan pentingnya pendidikan bagi pembangunan bangsa seperti diamanatkan dalam pasal 31 UUD 1945 ayat (1) yang menetapkan :
“Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional yang diatur dengan Undang-undang”.
Ketentuan yang tertulis dalam pasal ini hakekatnya mengandung makna bahwa Pemerintah sepenuhnya bertanggung jawab menyelenggarakan satu system pendidikan nasional, termasuk membiayainya. Karena itu selama pendiri Republik masih berkiprah dalam pemerintahan, pendidikan dari SD sampai Universitas, yang negeri, semuanya dibiayai, dan yang swasta diberi subsidi.
Pandangan dan keyakinan para pendiri Republik ini tentang pentingnya pendidikan seperti ternyata dari kebijakan yang ditempuhnya, sesungguhnya dianut oleh Plato dan semua Negara maju (Amerika Serikat, Negara-negara Eropa, Jepang) dan sedang menuju menjadi Negara maju seperti Malaysia, Singapore, Taiwan, dan Korea Selatan.
Para ekonom juga berpendapat bahwa determinannya pendidikan bagi pembangunan ekonomi yang muaranya kesejahteraan rakyat khususnya dan pembangunan nasional pada umumnya. Karena itu mereka berpegang pada paradigma “To Build Nation Build Schools”. Tentang pandangan ekonom tentang pendidikan dalam proses pembangunan ekonomi dapat diulas secara singkat sebagai berikut.
Pada tahun 1965, ekonom dari Princeton University dan Massachuttes Institute of Technology menyampaikan pandangannya sebagai berikut :
“In the final analysis, the wealth of a country is based upon its power to develop and effectively utilize the imate capacities of its people. The economic development of nations, therefore, is ultimately the result of human effort. It takes skilled human agents to discover and exploit natural resources, to mobilize capital, to develop technology, to produce goods, and to carry on trade. Indeed, if a country is unable to develop its human resources , it cannot build anything else, wether it be a modern political system, a sense of national unity, as a prosperous economy .
Khusus terkait dengan pendidikan kedua tokoh tersebut, Harbison dan Myers menyatakan :
“Investment in education certainly contribute to economic growth, but it is obvious that economic growth makes it possible for nations to invest in educational and development. Education, therefore, is both the seed and the flower of the economic development.
Pandangan ini nampaknya mempengaruhi pembangunan negara-negara seperti Malaysia, Singapura, Korea Selatan, Vietnam, dan Thailand yang telah memberi porsi besar untuk mencari pendapatan nasionalnya bagi pendidikan. Tabel dibawah ini menggambarkan perhatian Indonesia terhadap pendidikan dibandingkan angka negara lain dilihat dari alokasi dana untuk pendidikan :
Tabel 1 . Persentase Anggaran Pendidikan terhadap PDB
No Negara Prosentase Anggaran
1 Indonesia 1,4
2 Vietnam 2,8
3 Srilangka 3,4
4 Philipina 3,4
5 Brunei 4,4
6 Thailand 5,0
7 India 5,1
8 Malaysia 5,2
9 Korea Selatan 5,3
10 Jepang 7,3
11 Nigeria 2,4

Dalam kaitan ini, Tim Bersama BAPPENAS, BPS, dan UNDP yang pada bulan Juni 2004 menyatakan :
“Indonesia need to invest more in human development not just to fulfill its peoples basic rights but also to lay the foundation for economic growth and to ensure the long-term survival of its democracy. This investments is substansial but clearly affordable.”
Pernyataan tim bersama BAPPENAS, BPS, dan UNDP ini menekankan kalimat “The investment is substantial but clearly affordable” karena walaupun anggaran untuk pendidikan diukur dari prosentase PDB terendah dari berbagai negara di Asia, Pemerintah selalu mengelak untuk memenuhi ketentuan UUD 1945, yaitu sekurang-kurangnya 20 % APBN (tidak termasuk gaji guru dan pendidikan kedinasan) dengan alasan banyak sektor lain yang memerlukan biaya.
Tentang pentingnya pendidikan dalam proses pembangunan bangsa tidak hanya perlu diperhatikan oleh negara yang sedang berkembang, negara yang sudah maju pun tetap memandang pendidikan sebagai bagian yang essensial bagi Negara seperti Amerika Serikat di era globalisasi ini. Berikut akan dikutipkan pernyataan beberapa Gubernur Negara Bagian Amerika Serikat tentang Pendidikan :
1) “As a nation, and as a state, we are engaged in a protracted economic war of attrition that wil not be won with bombers but with blackboards a war that will not be won or lost on the bathlefield but in the classroom” (Governor Richard D Lamn, Colorado).
2) “Education is the fuel that drive the engine of economic growth and job creation in America’s modern society” (Gov. Rudy Perpich, Minnesota).
3) “If the state is going to be serious about industrial recruitment, legislatures and citizens must become serious about improving the quality of our educational system” (Gov. Tony Anaya, New Mexico).
4) “I Believe that in a global economy, Ohio’s ability to overtake our competition is directly linked to the level of our investment in education”.

Dari serangkaian kutipan pandangan para ahli dan pejabat negara makin jelas bahwa betapa visionernya para Pendiri Republik yang menetapkan ketentuan tentang pendidikan dalam UUD 1945. Tetapi disayangkan bahwa para penyelanggara negara nampak belum sepenuhnya memahami hal ini terbukti dari tidak ada upaya untuk memenuhi ketentuan dalam pasal 31 UUD 1945 terutama :
1) ayat (2) yang mewajibkan pemerintah membiayai pendidikan dasar yang wajib bagi setiap warga negara;
2) ayat (4) yang mewajibkan disediakannya anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 % dari APBN; dan
3) ayat (5) yang mewajibkan pemerintah memajukan IPTEK.

Yang terakhir ini tidak hanya diabaikan oleh Pemerintah tetapi masyarakat pun mengabaikannya dan bahkan tidak memahami apa maknanya bagi pembangunan nasional.
Padahal Presiden Yudhoyono sendiri dalam pidato di hadapan konferensi UNESCO di Jakarta menyatakan bahwa di abad ke-21 ini kemajuan suatu bangsa akan ditentukan oleh pendidikan dan IPTEK.
Pandangan ini dianut banyak negara maju dan UNESCO. Berikut akan dikutipkan beberapa sikap dan pandangan tentang peran IPTEK dan Universitas dalam pembangunan suatu bangsa. Pada tahun 1963, seorang bekas Presiden Universitas California menyatakan peranan Universitas dalam kalimat berikut :
“The basic reality, for the university, is the widespread recognition that new knowledge is the most important factor in economic and social growth. We are just know perceiving that the university’s invisible product, knowledge, may be the most powerful element in our cultureu, affecting the rise and fall of proffessions, and even social class, of region, or even of nations”
Tiga puluh tahun setelah pandangan ini dimasyarakatkan Panitia International UNESCO untuk Pendidikan Abad ke-21 khusus tentang peranan Universitas di negara berkembang menyampaikan kesimpulannya sebagai berikut :
“Nowhere is the universities responsibility for the development of the society as a whole more acute than in developing countries, where research done in instittutions of higher learning plays pivoted role in providing the basis for development programme, policy formulation, and training of middle and higher-level human resources”
Karena demikian strategiknya kedudukan Universitas dan research-nya bagi kemajuan suatu bangsa negara seperti Amerika Serikat dana untuk pendidikan tinggi mencapai 2,5 % PDB dan untuk research mencapai 2,5 % PDB, untuk beasiswa saja Pemerintah Federal Amerika Serikat menyediakan dana 100 milyar US dollar. Bagaimana dengan Indonesia? Walaupun pasal 31 ayat (5) telah menetapkan kewajiban Pemerintah untuk memajukan Ilmu Pengetahuan, anggaran untuk IPTEK pada tahun 2005 tidak lebih dari 0,05 % PDB dan untuk Perguruan Tinggi sekitar 0,20 % PDB. Satuan biaya untuk per mahasiswa per tahun di Amerika Serikat rata-rata sekitar Rp. 200 juta. Sedangkan di Indonesia pemerintah hanya menyediakan dana per mahassiswanya kurang dari tiga juta rupiah per mahasiswa.
Penyelenggaraan pendidikan nasional yang diabaikan oleh Pemerintah ini,– bukan hanya Pemerintah sekarang, tetapi sejak Orde Baru, -- telah mendorong MPR RI mengamandemen pasal 31 UUD 1945 yang memperjelas kewajiban Pemerintah yaitu : (1) membiayai sepenuhnya penyelenggaraan pendidikan dasar yang wajib; (2) menyediakan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 % dari APBN dan APBD; dan (3) memajukan IPTEK. Namun, ketiganya belum ada yang dilaksanakan.
Penulis berpandangan bahwa tidak dibiayainya pendidikan secara memadai sesuai dengan ketentuan yang tersirat dan tersurat, baik dalam UUD 1945, maupun UU No. 20 Tahun 2003 dalam pasal 49 ayat (1) menetapkan minimal 20 % APBN tidak termasuk gaji guru pada hakekatnya menyimpang dari hakekat Indonesia sebagai Negara Kesejahteraan. Karena tanpa pendidikan yang bermutu yang dapat menghasilkan manusia Indonesia yang cerdas secara intelektual, berwatak, beretos kerja tinggi, berdisiplin, dan bermoral, kesejahteraan tidak akan meningkat. Seperti yang dikatakan M Woodshall dan George Psacharopoulos yang dikutip oleh Kotler :
“The main institutional mechanism for building up human capital is the formal education system. Fundamentally, formal education fulfills as basic human knowledge and provides a means of helping to meet other basic needs. Its contributions to social and economic activities are pervasive. Education facilitates the process of industrialization by improving the quality of labor force”
Selanjutnya Kotler mengutip laporan Bank Dunia (1997) yang menyatakan “That the lack of education is a greater obstacle to industrialization than the lack of physical asset”.
Berangkat dari pandangan tentang pentingnya pendidikan, penulis berpandangan bahwa diabaikannya penyelenggaraan pendidikan nasional sesuai dengan amanat UUD 1945 mengakibatkan Indonesia setelah hampir 64 tahun merdeka belum juga cerdas kehidupannya. Itu antara lain dapat dilihat dari indikator berikut : (1) kalau musim kering kekurangan air bersih; (2) kalau musim hujan terjadi banjir dan tanah longsor; (3) kalau ada bencana alam tidak dapat mengatasi sendiri, dan sangat bergantung kepada bantuan bantuan asing, hampir dalam semua hal, baik modal maupun teknologi; (4) wabah penyakit yang berulang muncul dan mematikan tidak diupayakan secara strategis mengatasinya; (5) masih rendahnya atau belum terbangunnya infrastruktur teknologi; (6) rendahnya daya saing dalam segala bidang, termasuk olah raga; dan (7) tingginya ketergantungan kita kepada teknologi import.
Tulisan ini juga memandang bahwa cita-cita memajukan kebudayaan nasional masih jauh dari tercapai karena setelah 64 tahun merdeka belum juga terbangun budaya demokratis yang mantap, berpotensi terjadinya disintegrasi bangsa, rendahnya produktifitas bangsa baik dalam IPTEK maupun ekonomi serta nampak masih rendahnya “sense of national unity”.Sementara itu, tingkat kesejahteraan rakyat masih jauh dari terwujudnya cita-cita “terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat, antara lain dapat dilihat dari tingginya pengangguran, rendahnya tingkat kebugaran dan kesehatan rakyat, dan rendahnya tingkat pendidikan warga negara.
Atas dasar ulasan ini penulis berpandangan bahwa disamping tidak dilaksanakannya berbagai ketentuan yang tersirat dan tersurat dalam UUD 1945 dalam penyelenggaraan pendidikan nasional sebagai wujud dari penyimpangan terhadap ideologi Negara Indonesia sebagai Negara Kesejahteraan, juga akan berdampak kepada tidak kunjung cerdasnya kehidupan bangsa Indonesia dan ujungnya tidak kunjung meningkatnya kesejahteraan rakyat Indonesia.
Lahirnya UU No. 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan (BHP) adalah wujud nyata dari penyimpangan terhadap UUD 1945. Karena dengan UU tersebut secara sah Pemerintah tidak perlu membiayai pendidikan, terutama pendidikan menengah dan tinggi, dan hanya berkewajiban memberi hibah. Dan ini bertentangan dengan pasal 31 ayat (3) UUD 1945.
Demikian beberapa catatan terhadap makna Pancasila sebagai Filsafat Dasar dan Landasan Ideologi Negara Indonesia sebagai Negara Kebangsaan dan Negara Kesejahteraan.